Selasa, 12 November 2013

makalah perbandingan hukum pidana sistem islamic law.



Kata Pengantar

Alhamdulillah hirobbil’alamin, puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan pada waktu yang telah ditentukan. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, yang membimbing umatnya dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah yakni ajaran agama Islam.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Perbandingan Hukum Pidana”. Penyusun berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca tentang konsep yang ada didalamnya.
Akhirnya  penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu  penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca, sehingga makalah ini bisa mencapai kesempurnaan.



Langsa, Oktober 2013

Penyusun

Daftar Isi

Kata Pengantar...................................................................................          1
Daftar Isi................................................................................................          2
BAB I Pendahuluan...........................................................................          3
A.   Latar Belakang.........................................................................          3
B.   Rumusan Masalah..................................................................          5
BAB  II  Pembahasan.........................................................................          6
A.   Sistem Hukum Islam...............................................................          6
1.    Pengertian Islam dan Syari’at.........................................          6
2.    Sumber Hukum..................................................................          10
B.   Pandangan Barat Terhadap Islam........................................          21
C.   Contoh Sistem Hukum Islam di Indonesia(Aceh).............          25
1.    Pengertian Qanun Jinayah.............................................          25
2.    Pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh...............................          28
BAB  III  Penutup.................................................................................          35
A.   Kesimpulan...............................................................................          35
B.   Saran..........................................................................................          36
Daftar Pustaka.....................................................................................          37




BAB  I
Pendahuluan

A.   Latar Belakang
            Dalam The Penguin Concise Columbia Encyclopedia (1987), Religion diartikan sebagai suatu sistem pemikiran, perasaan, dan perbuatan yang sama dari  suatu kelompok yang memberikan anggotanya suatu objek peribadatan; suatu aturan moral yang berhubungan dengan perbuatan pribadi dan social; dan suatu term of  reference yang menghubungkan individu-individu kepada lelompoknya dan dunia.
            Sosiolog terkemuka, Auguste Comte memiliki pandangan yang ekstrem bahwa dalam perkembangan pemikiran manusia terdapat tiga tahap yaitu, theological, metaphysical, dan akhirnya scientific. Agama dipandang sebagai evolusi mental manusia yang paling awal dari mental dan fase terakhir adalah ilmu pengetahuan  (sciece) dan mengakui betapa pentingnya data-data dari penelitian untuk meraih suatu pengetahuan tentang dunia dimana dia hidup.
            Ketika era reformasi sejak terjadinya era renaisance, pergeseran nilai secara signifikan telah bergerak pada era sekularisme yang mengedepankan ilmu pengetahuan dan agama, moral dan teologi bukan lagi suatu yang popular. Senada dengan Saint-Simon  menegaskan bahwa:
“The moral crisis that had plagued Europe since the reformation, and the consequent separation between secular and religion power, could only be solved by a new religion: that religion was sciene” (pengetahuan menggantikan agama, sekaligus ilmu pengetahuan itu sendiri sebagai agama baru).
            Golongan Marxis memandang sangat lain tentang agama. Mereka memandang agama sebagai alat penipuan oleh para borjuis (bangsawan) untuk melindungi kepentingan mereka dalam melawan kaum buruh, lebih ekstrem lagi Marxis memandang agama sebagai candu agar tidak menyadari dan merasakan penderitaan mereka serta tetap bertahan pada kesengsaraan hidup. Hal ini tidak lepas dari penyimpangan agama dan kelemahan nilai-nilai kapitalis yang menindas kaum buruh. Apabila merujuk kepada pengertian islam, pemahaman keliru Marxisme jelas tidak berdasar, karena agama itu sendiri bertujuan untuk kepentingan manusia termasuk mengatur hak dan berkewajiban, diantaranya antara pekerja dan majikan.
Durkheim berpendapat bahwa agama sebagai suatu sistem kepercayaan dan perbuatan yang terpadu berhubungan dengan hal-hal yang keramat (suci), a unified system of beliefs and practice related to sacred things. Sementara Jary and Jary memandang agama sebagai seperangkat doktrin yang memberikan jawaban sepenuhnya terhadap pertanyaan-pertanyaan pokok dan eksistensial yang tidak ada jawaban empirisnya.
Agama, religi, din (pada umunya) adalah sistema credo (tata keimanan atau tata keyakinan) atas adanya sesuatu yang mutlak di luar manusia dan satu sistem titus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggap Yang Mutlak, serta sistem norma (tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan termaksud.

B.   Rumusan Masalah
1.    Bagaimanakah sistem hukum Agama Islam ?
2.    Bagaimanakah pandangan Barat terhadap Islam ?
3.    Contoh sistem hukum Islam di Indonesia.











BAB  II
Pembahasan

A.   Sistem Hukum Islam
1.    Pengertian Islam dan Syariat
Islam mengandung arti ketundukan, ketaatan yang sepenuhnya kepada Allah. Islam berasal dari kata salm yang berarti damai (peace). Apabila seseorang menghendaki kedamaian, kesejahteraan, keselamatan yang hakiki dari rasa dan pemikiran hanya melalui penyerahan diri dan ketundukan dan ketaatan kepada Allah.
Istilah syari’a berasal dari bahasa arab yang berarti jalan menuju sumber air, jalur yang jelas untuk diikuti. Kata kerja syara’a secara harfiah mengandung arti menguraikan  atau menelusuri suatu jalan yang jelas menuju ke air. Dalam konteks agama, syariat berarti jalan utama menuju kehidupan yang baik (high way to good life) yaitu nilai-nilai untuk membimbing kehidupan manusia.
Untuk memahami karakteristik Islam, Fazlul Rahman  menyebutkan beberapa karakter dasar Islam:
a.    Sederhana, diterima akal sehat dan praktis
b.    Kesatuan antara materi dan spiritual
c.    Suatu jalan hidup yang lengkap (a complete way of life)
d.    Keseimbangan antara individu dan masyarakat
e.    Universalitas dan humanism
f.     Permanen dan berubah
g.    Ajaran-ajaran yang terekam dengan lengkap tersedia.
Dalam islam, hukum adalah salah satu pilar utama masyarakat, dan hukum sendiri diperuntukkan untuk masyarakat. Dimanapun mereka berada selalu memerlukan hukum dan undang-undang untuk mengatur hubungan diantara mereka. Dengan kata lain, hukum selalu ada dan tumbuh dari dan untuk masyarakat, tidak ada masyarakat tanpa hukum. Melalui hukum, diharapkan masyarakat menjadi tertib dengan  adanya kepastian dan keadilan hukum. Dalam islam, hukum atau dikenal dengan syari’ah memperoleh tempat yang penting selain persoalan aqidah, keyakinan atau tauhid, akhlak (budi pekerti). Dalam ketiga pilar tersebut persoalan keyakinan dengan mengimani adanya Tuhan, Rasul, Kitab Suci dan Para Nabi, takdir dan hari akhir. Sedangkan akhlak merupakan tuntunan ilahiah yang telah di-contohkan oleh rasul-Nya, bagaimana orang berhubungan dengan sesama manusia dan alam lingkungan. Adapun pengertian syari’ah akan dibahas secara tersendiri dalam pembahasan berikutnya.
Sebelum mengawali pembahasan syari’ah secara tersendiri, berikut ini sebuah ketentuan dalam ayat Alqur’an yang maknanya bahwa Tuhan telah mengutus Rasul agar berperilaku adil. Ketentuan tersebut dapat dijumpai dalam QS Al_Hadid dan Al-Nisa.
Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan supaya manusia dapat melaksanakan keadilan). (QS Al-Hadid: 25)
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili diantara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu… (QS. Al-Nisa).
Sistem hukum Islam memiliki perbedaan dengan sistem hukum kontemporer lainnya, menurut Hamed Sultan bahwa hukum Islam memiliki dua karakter dasar yaitu:
Pertama, the outset of Islamic legal system has two mainstays which are unlike those of any contemporary legal system. First, the Islamic system is its very nature not a secular legal order but one of divine and sacred emanation. It constitutes a specific application of Islamic faith to human relation: islam is not only religion but also a set of rules which governs the behavior of the faikhul and organizes their relation within society.
Kedua, The Islamic legal order is not broken down into separate branches of law like most contemporary legal system, which include public and private law. …within Islam, therefore, there is but one God and one law. This law is addressed to all without distintion or discrimination.
Untuk menjelaskan pengertian dan cakupan shari’ah and fiqh, yang dalam Hukum Islam syari’ah sebagai sacred law dan fiqih adalah islamic jurisprudence yang mengatur segala aspek kehidupan dalam berbagai hal atau persoalan.
Syariah adalah:
“The Arabic word shari’ah refers to the laws and way of life prescribed by Allah (SWT) for his servants. The Shari’ah deals with the ideology and faith; behavior and manners; and practical daily matters. “To each among you, we have prescribed a law and a clear way. (Qur’an 5:48) Shari’ah includes theQur’an and the sunnah of the prophet (saas). The Qur’an is the direct word of Allah (SWT), and is the first most important source of guidance and rulings. The Sunnah of The Prophet (saas) is the second source of guidance and rulings. The sunnah is an inspiration from Allah (Swt), but relayed to us through the words and actions of the prophet (saas), and his concurrence with others’ actions. The sunnah confirmed the rulings of the Qur’an; detailed some of the concepts, laws and practical matters which are briefly stated in the Qur’an (e.g. definition of Islam, Imn, and Ihsan, details of salah types of usury); and gave some rulingsregarding matters not explicitly stated in the Qur’an (e.g. wearing silk clothes for men).
            Dari penjelasan di atas, bahwa syari’ah terdiri dari  Alqur’an, Sunnah, dan fiqih.  Pengertian fiqih yang berasal dari bahasa Arab artinya pengetahuan, pemahaman, dan konprehensi yang merujuk kepada aturan hukum para ahli hukum Islam berdasarkan pengetahuan mereka tentang syari’ah sebagai sumber hukum tersier (ketiga) setelah Alqur’an dan Sunnah. (The Arabic word fiqh means knowledge, understanding and comprehensive. It refers to the legal rulings of the Muslim scholars, based on their knowledge of the shari’ah; and as such is the third source of rulings.)
            Ilmu fiqih mulai berkembang sejak abad kedua Hijriah ketika negara Islam mengalami ekspansi dan menghadapi berbagai isu yang belum diatur secara eksplisit dalam Alqur’an dan Sunnah Nabi (saas).
Rulings the based on the unanimity of Muslim scholars and direct analogy are binding. The four sunni school of thought, Hanafi, Maliki, Shafi’i, and Hambali, are identical in approximately 75% of their legal conclusion. Variances in the remaining are traceable to methodological differences in understanding or authentication of the primary textual evidence. Differing viewpoints sometimes exist even within a single school of thought.
            Ketentuan syari’ah dalam menghukumi suatu perbuatan sehari-hari, baik yang berupa muamalah maupun nonmuamalah, terdiri dari lima kategori hukum yaitu: wajib (prescribed, sunnah (recommended), mubah (permissible/allowed), makruh (dislike), dan haram (unlawful, prohibited).
2.    Sumber Hukum
a.    Alqur’an
            Sumber nilai dan norma dalam Islam adalah Alqur’an dan Al Sunnah serta Ijtihad. Pengertian ijtihad adalah usaha yang sungguh-sungguh seseorang (beberapa orang) ulama tertentu, yang eiliki syarat-syarat tertentu, pada suatu tempat dan waktu tertentu, untuk merumuskan kepastian atau penilaian hukum mengenai sesuatu  atau (beberapa) perkara, yang tidak terdapat kepastian hukumnya secara eksplisit, baik dalam Alqur’an maupun hadist. Orang melakukan ijtihad disebut mujtahid. Jika dilakukan oleh beberapa orang secara kolektif disebut ijma’.
1.    Pengertian
            Untuk memahami pengertian Alqur’an, lebih jauh ditegaskan oleh Hamed Sultan:
The Koran is the uncreated word of God, the Lord of World“, as revealed to his chosen messenger for communication to all peoples. It was revealed in fragments over 23 years (610-632), each revelation being made when and where required, usually to solve a specivic problem. The Koran is given as a guide to man, in the totality of his temporal, spiritual, individual, and collective life, and to all classes of individual and community throughtout time and space.
            Selanjutnya apa yang menjadi tema sentral Alqur’an adalah pure, simple monotheism-belief in the oneness of God, although it also deals with all aspects of life. Dari sebanyak 6.600 ayat dalam Alqur’an, 200 ayat merupakan serangkaian ayat-ayat yang membahas tentang sistem hukum dan hubungan hukum antar sesame. Dari 200 ayat tersebut yang diturunkan berdasarkan raison d’etre lima prinsip dasar yang menjadi fondasi hukum islam yaitu:
Five basic principle which constitute the foundation of the Islamic legal system as awhole, there are: Justice, equality, democration consultation, respect for commitment, and reciprocity.
            Alqur’an merupakan kitab Allah yang terakhir, sumber asasi Islam yang pertama, kitab kodifikasi firman Allah SWT, kepada manusia di atas bumi ini, diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw, berisi petunjuk Ilahi yang abadi untuk manusia, untuk kebahagian mereka di dunia dan di akhirat. Sebutan lainnya untuk Alqur’an adalah Al Haq, artinya kebenaran Ilahi yang mutlak sempurna; Al Hukmah, hikamah atau kebijaksanaan; Al Huda, petunjuk hidup; Asyifa, penyembuh rohani; dan Al Dzikru, pengingat.
            Isi Alqur’an terdiri dari berbagai informasi seperti: Aqidah atau keyakinan, syari’ah, akhlak, kisah-kisah masa lalu, berita yang akan datang, dan pengetahuan Ilahiah lainnya. Semua itu tertuang dalam 114 surat, terdiri dari 6247 ayat atau 6360 bila kita hitungnya termasuk Bismillah pada awal surat, terbagi dalam 30 juz. Surat tersebut diturunkan dalam dua periode, yaitu periode Makiyah dan periode Madaniyah.
2.    Norma Hukum dalam Alqur’an
            Alqur’an sebagai sumber pertama dan utama dalam hukum Islam terbagi dalam tiga macam:
            Pertama, hukum-hukum I’tiqadiyah yaitu yang berhubngan dengan keimanan;
            Kedua, hukum-hukum amaliyah, yaitu yang berhubungan dengan perbuatan/perkataan seorang mukallaf dan yang kedua inilah yang akan dicapai dengan menggunakan ilmu ushul fiqh;
            Ketiga, hukum-hukum khuluqiyah, yaitu yang berhubungan dengan keutamaan-keutamaan akhlak dan akhlak-akhlak yang buruk.
            Lebih lanjut, hukum amaliyah terbagi lagi ke dalam hukum-hukum ibadah, yaitu hukum yang mengatur hubungan antarmanusia dengan Allah SWT, seperti shalat, zakat, puasa, haji, nadzar, dan sebagainya. Sedangkan hukum-hukum mu’amalah mengatur, hubungan antarmanusia, baik secara individual maupun secara kelompok atau antarindividu dalam kelompoknya. Pengaturan mengenai mu’amalah dalam arti luas sekaligus dikomparasikan dengan hukum positif yang sebagian bersumber pada hukum Barat dan produ hukum nasional.
            Ayat-ayat dalam bidang ibadah, hukum keluarga, dan hukum waris bersifat limitative atau terperinci sedangkan hukum lainnya perumusannya bersifat enunciatif (global) atau hanya ketentuan umumnya saja.
b.    Al-Sunnah
            Hadis sebagai sumber hukum Islam setelah Alqur’an adalah perkataan, perbuatan, dan sikap Rasulullah SAW, yang dicatat dan direkam di dalam Al-Hadist. Secara etimologis, sunnah berarti ucapan atau pernyataan  dan sesuatu yang baru. Sedangkan secara teknis bahwa as-sunnah (Sunnah Rasul) identik dengan al-Hadist (Hadist Nabawi). Mengenai fungsi Sunnah apabila dikaitkan dengan perbuatan Rasulullah ada tiga macam:
1.    Sunnah Mu’akkadah aialah sunnah-sunnah yang selalu dilakukan oleh Rasulullah, tetapi bukan wajib, seperti shalat dua rakaat sebelum fajar, ba’da Magrib, dan ba’da Isya, membaca surat atau ayat-ayat Alqur’an sesudah Fatihah
2.    Sunnah yang ukan mu’akkadah, yaitu sunnah-sunnah yang tidak selalu dilaksanakan oleh Rasulullah, seperti shalat sunah empat rakaat sebelum Ashar dan sebelum Isya.
3.    Yang dianggap sunah, yaitu mencontoh Nabi dalam adat istiadat/kebiasaan yang tidak berhubungan dengan tugasnya sebagai Rasul dan tidak dimasukkan menjelaskan hukum. Seperti tat cara berpakaian, makannya, minumnya, berjenggot, mencukur kumis, apabila kita maksudkan untuk memuliakan dan untuk menunjukkan kecintaan kepada Rasulullah SAW.
            Al-Sunnah memiliki peranan yang sangat penting dalam hal hal bagaimana mengimplementasikan wahyu Allah SWT yang dituangkan dalam Alqur’an dalam kehidupan secara sosio empiris. Pengkategorian tiga macam sunnah di atas relative menyempitkan konsep perilaku Nabi yang memiliki integritas pribadi yang agung dan direfleksikan dalam berbagai asperk kehidupan. Bagaimana beliau berniaga, memimpin jamaah, umat dan pasukan perang, memperlakukan pembantu, istri, anak, serta anak-anak yatim, orang miskin dan memerdekakan budak belian (slave)
            Hamed Sultan dalam karyanya yang berjudul The Islamic Concept, Sunnah atau Sunna dalam bahasa inggris didefinisikan sebagai berikut:
The Sunna or tradition of the Prophet, is the second source of The Islamic legal order. The Messenger’s behavior and conduct in his missionary life, his words, his deeds and reactions to the deeds of others, constitute a source of rules which have legal force under Islamc system. The rules are complementary to those of the Koran in that they simply reaffirm or interpretthem or specify how they should be applied.
            Setelah menjelaskan secara singkat dua sumber pokok dan utama dalam hukum Islam,persoalan akan muncul bagaimana terdapat fakta atau peristiwa hukum yang belum diatur dalam kedua sumber hukum tersebut. Hukum Islam memilik cara yang dikenal dengan istilah istinbath. Metode ini merupakan bukti bahwa Islam bukanlah suatu sistem hukum yang statis, kaku dan tidak responsive terhadap berbagai fakta dan fenomena social. Dalam bagian berikut ini akan dibahas sejumlah metode penetapan hukum pada berbagai fenomena atau fakta baru yang didasarkan pada hukum ashal-nya.
c. Al-Ijtihad
            Al-Ijtihad adalah usaha yang sungguh-sunguh (beberapa orang) ulama tertentu, yang memiliki syarat-syarat tertentu, pada suatu tempat dan acara tertentu, untuk merumuskan kepastian atau penilaian hukum mengenai sesuatu (atau beberapa) perkara, yang tidak terdapat kepastian hukumnya secra eksplisit dan positif, baik dalam Alqur’an maupun dalam al-Hadist. Sedangkan qiyas sering dianggap sebagai sumber hukum, itu merupakan salah kafrah. Qiyas hanyalah salah satu metode (thariqat) yang dapat ditempuh bai oleh seorang Mujtahid dalam menemukan dan menyimpulkan ijtihad-nya; maupun sekelompok Mujtahidin dalam menemukan dan menimpulkan ijma’ (ijtihad kolektif) mereka. Qiyas apabila dibandingkan dengan ilmu hukum umum adalah merupakan salah satu metode penafsiran hukum. Fungsi ijtihad sebagai salah satu sumber hukum Islam adalah sebagi dinamisator. Ijtihad adalah penggerak di dalam hukum Islam. Oleh karena itu, apabila ijtihad tidak berjalan sebagaimana mestinya akan terasa adanya kekakuan dalam hukum Islam.
d.    Al-Ijma’
            Pengertian ijma menurut istilah ulama ushul adalah “kesepakatan seluruh mujtahid dari kaum Muslimin pada suatu masa setelah Rasulullah SAW. Atas suatu hukum syara suatu kasus. “secara harfiah ijma sendiri berarti sepakat, artinya ijma merupakan kesepakatan sekelompok Mujtahid. Karenanya tidak dimungkinkan adanya ijma yang dibuat oleh seseorang saja. Kesepakatan atas penetapan suatu hukum harus dicapai oleh sejumlah kelompok dan memiliki persamaan pendapat, seperti Mujtahid Irak, mujtahid Hijaz, dan mujtahid Mesir serta mujtahid-mujtahid Syiah. Kesepakatan ini pada dasarnya harus disepakati oleh seluruh mujtahid Islam.
              Dalam konteks modern dewasa ini, persoalan ijma menurut T.M Hasbi Ash Shiddiqy berarti mengumpulkan ahli permusyawaratan yang bermusywarah sebagai ganti rakyat atas perintah/undangan kepala Negara. Itulah yang mungkin terjadi sepanjang masa. Inilah ijma yang terjadi di masa Abu Bakar dan Umar, semoga Allah meridhainya.
e.    Al-Qiyas
            Definisi qiyas yang dikemukakan para ulama cukup banyak, tapi pada dasarnya definisi tersebut akan berasal dari ashal, cabang, hukum ashal dan illat. Qiyas ialah mempersamakan hukum sesuatu kasus yang tidak dinashkan dengan hukum kasus lain yang dinashkan karena persamaan illat hukum. Menurut Imam Syafi’i:
“Setiap kejadian / kasus atau peristiwa yang terjadi pada seorang Muslim pasti ada hukumnya. Dan ia wajib mengikuti nash, apabila ada nashnya. Dan apabila tidak ada nashnya, dicari dari permasalahannya (dadalah) di atas jalan yang benar dengan ijtihad. Dan ijtihad itu adalah qiyas.”
            Syarat yang harus dipenuhi atau rukun yang harus terdapat dalam qiyas adalah empat hal:
1.    Ashal, yaitu sesuatu yang dinashkan hukumnya yang menjadi ukuran atau tempat yang menyerupakan/mengqiyaskan di dalam istilah ushul disebut ushul;
2.    Far atau cabang, sesuatu yang tidak dinashkan hukumnya yang diserupakan atau yang diqiyaskan;
3.    Hukum ashal, yaitu hukum syara yang dinashkan pada pokok yang kemudian akan menjadi hukum pula bagi cabang (far)
4.    Illat, yaitu sebab yang menyambungkan pokok dengan cabangnya.

f.     Istihsan
            Definisi al-ihtihsan menurut al-Bazdawy, meninggalkan keharusan menggunakan qiyas dan berpindah kepada qiyas yang lebih kuat dari qiyas yang tadi.
g.    Maslahah Mursalah
            Memberikan hukum syara kepada suatu kasus yang tidak terdapat di dalam nash dan ijma atas dasar memelihara kemaslahatan yang terlepas, yaitu kemaslahatan yang tidak ditegaskan oleh syara dan tidak pula ditolak.
h.    Urf/Adat
            Adat ternyata mendapat tempat dalam hukum Islam. Kebiasaan atau perbuatan-perbuatan manusia yang telah biasa dilakukan pada umunya dilegalisasi menjadi suatu yang sah secara syara dengan persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut adalah sepanjang adat yang dikualifikasikan sebagai al-adat al-shalihah.
Adat atau urf dibagi kepada dua macam yaitu:
1.    Adat yang baik (Al-adat al-shalihah)
2.    Al-adat Al-bathilah (adat yang disqualisasikan atau tidak memenuhi syarat-syarat.
Adat yang dikategorikan sebagai al-shalihah, Syaikh Muhammad Abu Zahrah membagi ke dalam dua bagian:
a.    Adat yang umum atau adat yang biasa dilakukan manusia disetiap tempat, seperti memesan barang-barang jadi, padahal barang-barang tersebut belum ada. Apabila dikaitkan dengan transaksi yang dikenal dewasa ini menggunakan istilah forward trading, hedging, dan sejenisnya.
b.    Adat yang khusus, yaitu kebiasaan tertentu yang ada pada suatu Negara, misalnya adat dalam praktik pertanian. Masalah ini sebenarnya tidak berhadapan dengan nash tetapi berhadapan dengan qiyas.
            Hal yang menarik untuk ditarik sebuah perbandingan, sistem hukum sipil menempatkan custom sebagai hukum sekunder. Dengan kata lain, kebiasaan dapat diterima sebagai hukum apabila sejalan dengan hukum sipil (tertulis). Perbedaaannya, dalam sistem hukum sipil tidak mengenal metode istinbath sebagaimana dalam hukum Islam
i.      Al-Istishhab
Pengertian al-istishhab adalah mengekalkan apa yang telah ada (kekekalan sesuatu selama tidak ada yang mengubahnya). Dengan kata lain, apa yang telah ditetapkan pada masa lalu, akan tetap demikian keadaannya pada masa kini dan nanti selama tidak ada dalil yang mengubahnya. Contoh dari penetapan istishhab, misalnya seseorang yang hilang dianggap hidup sebelum ada bukti bahwa ia meninggal, apabila telah adanya bukti kepemilikan atas tanah, aia adalah pemilikny sah selama tidak ada pembuktian telah terjadinya peralihan kepemilikan
Istishhab zatnya adalah bukan dalil fiqh dan bukan merupakan sumber istinbath, tetapi menerapkan dalil yang telah ada, dan menerapkan hukum terus berlaku sebelum ada yang mengubahnya.berikut ini kaidah-kaidah yang ada dalam istishhab:
1.    Sesuatu yang meyakinkan tidak bisa hilang karena adanya sesuatu yang meragukan;
2.    Sesuatu yang ditetapkan dengan meyakinkan tidak bisa dihilangkan kecuali dengan cara yang meyakinkan pula;
3.    Hukum ashal ialah tetapnya hukum atas apa yang telah ada hingga datang sesuatu yang mengubahnya;
4.    Hukum asal segala sesuatu adalah kebolehan (mu’amalah);
5.    Hukum ashal dalam ibadah adalah menunggu dan mengikuti;
6.    Sebelum ada nash tidak ada hukum bagi orang-orang berakal sehat;
7.    Tidak ada kejahatan dan tidak ada hukuman tanpa adanya nash;
8.    Hukum ashal dalm perikatan adalah kebolehan dan kewajiban melaksanakannya sehingga datang nash yang melarangnya;
9.    Apa yang ditetapkan pada suatu waktu, ketetapan hukum tersebut terus berlangsung.
Prinsip-prinsip tersebut apabila dikaitkan dengan sistem hukum Barat yang tertuang dalam asa-asas hukum pidana terdapat beberapa kesamaan, yaitu:
1.    Asas legalitas (legaitas principle), noelum delictum noela poena sine pravia legi poenale. Dalam Islam sama halnya dengan sebelum ada nash, tidak hukum bagi orang-orang yang berakal sehat;
2.    Noela Crimen sine lege (tidak ada kejahatan tanpa hukum atau nash);
3.    Dalam sistem hukum perdata Barat, sistem hukum perikatan adalah terbuka, sebagaimana melandaskan pada asas kebebasan berkontrak dan dibatasi hal-hal tertentu, misalnya bertentangan hukum, ketertiban umum, dan kesusilaa.

B.   Pandangan Barat terhadap Islam
Suatu hal yang berbeda dan menarik antara konsep Barat dan konsep Islam adalah persoalan penyatuan agama dengan politik, hukum dan kenegaraan merupakan sesuatu yang interrated.Sedangkan dalam hukum secular, agama merupakan wilayah tersendiri, terpisah dengan hukum, politik dan kenegaraan. Hal ini yang membuat Barat tidak memahami dan menerima konsep holistic antara Islam dengan politik. Barat menganggap bersatunya hal tersebut seperti kombinasi antara setan dengan malaikat. Berikut ini pandangan Amerika terhadap Islam tercermin dalam pernyataan berikut ini:
The most difficult part of Islamic Law for most westerners to graps is tha there is no separation of churs and state. The religion Islam and the government are one. Islamic Law is controlled, ruled, regulated by the Islamic religion. The theocracy controls  all public and private matters. Government, law, and religion are one. There are varying degrees of this concept in many nations, but all law, government and civil authority rests upon it and it is a part of Islamic religion. There are civil law in Muslims nations for Muslim and non-Muslim people. Shari’ah is only applicable to Muslim. Most Americans and others schooled in Common law have great difficulty with than concept. The U.S Constitution (Bill of Right) prohibits the government from “establishing a religion.” The U.S Supreme Court has concluded in numerous cases that the U.S Government can’t favour one religion over another. That concept is implicit for most U.S legal scholars and many U.S academicians believe that any mixture of ”churchs and state” is inherently evil and filled with many problem. That reject all nations of a mixture of religion and government”
Kecuali kebingungan dan ketidakpahaman para akademisi Amerika tehadap Islam yang memandang bahwa terintegrasinya agama dengan negara dipandang sebagai bertemunya antara setan dengan malaikat, sebagaimana mereka melakukan penolakan penyatuan antar gereja dengan Negara. Sementara itu, sejumlah orientalis melakukan penilaian yang objektif terhadap ajaran Islam sebagaimana diungkapkan oleh sejumlah pemerhati Islam diantaranya:
1.    Jean L. Heureux
Islam had the power of peacefully conquering souls by simplicity of its theology, the clearness of its dogma and principles, and the definite number of the practice which is demands. In contrast to Christianity which has been undergoing continual transformation since its origin, Islam has remained identical with it self.
(Islam mempunyai daya takluk secara damai terhadap jiwa dengan keserhanaan teologinya, kejelasan dogma dan asas-asasnya, dan jumlah yang tertentu dalam amalan praktis yang diperintahkannya. Berlawanan dengan Kristen yang telah mengalami transformasi yang terus-menerus sejak awalnya, Islam tetap sama sejak semula.)
2.    Arnold J. Toyenbee
The extinction of race consciousness as between Muslim is one of the outstanding achievement of Islam, and in the contemporary world there is, as it happen a craying need for the propagration of this Islamic virtue…
(hapusnya kesadaran ras di kalangan kaum Musliminmerupakan salah satu pencapaian yang luar biasa di dunia dewasa ini merupakan kebutuhan yang sangat diratapkan perlunya penyiaran kebaikan Islam)
3.    Lancelot Lawton
As a religion the Mohammedan religion, it must be confessed, is more suited to Africa than the Christian religion; indeed, I would even say that is more suited to the world as the whole…
(Sebagai agama harus diakui bahwa agama yang dibawa oleh Muhammad itu lebih cocok untuk Afrika daripada agama Kristen, sesungguhnya bahkan saya ingin berkata bahwa Islam itu lebih cocok untuk dunia secara keseluruhan)
            Penilaian kalangan orientalis terhadap legislasi, dogma serta hukum materiil dari agama Islam yang bersifat Ilahiyah mendapatkan apresiasi positif. Bahkan Islam merupakan sebuah sistem yang ideal untuk sebuah tatanan seluruh dunia secara universal. Komentar orientalis tersebut cukup objektif, tapi persoalan yang fundamental adalah mengapa umat Islam yang telah dianugerahi Tuhan sebuah hukum yang sempurna melalui Kitabullah dan sunaturasul mengalami kemunduran yang serius di berbagai aspek kehidupan termasuk penegakan hukum. Pandangan orientalis masih parsial karena tidak melihat sisten hukum secara integral termasuk legal structure dan legal culture  yang ada pada umat Islam secara keseluruhan. Law in book dan law  in action masih sebuah jarak antara masrik dan magrib (Timur dan Barat) khususnya untuk membumikan sistem hukum Islam, minimal untuk pemeluknya sendiri.
            Kita menyadari bahwa pembangunan moral masyarakat (moral society) tidak tegantung pada pilar hukum semata, tapi implementasi hukum Islam minimal bagi pemeluk agama Islam harus menjadikan sebuah kewajiban atau minimal diagendakan. Bagaimana mungkin orang di luar Islam akan berhukum pada Islam, sedangkan umat Islam sendiri tidak ada komitmen yang sama terhadap pemberlakuan hukum syari’ah itu sendiri.
            Sebagai contoh, penyikapan terhadap bunga bank masih bervariasi bahkan lebih memprihatinkan lagi masih berkutat pada pada perbedaan klasik yang bersifat khilafiyah. Sementara itu, apabila kita melihat perkembangan sistem hukum barat, mereka berangkat dari konsepteori hukum kodrat yang tidak standardized dan impractical menuju pada era positivism yang sekarang mendominasi lanskap sistem hukum dunia.

C. Contoh Sistem Hukum Islam di Indonesia (Aceh)
1. Pengertian Qanun Jinayah
Qânûn merupakan bentuk hukum nasional yang telah menjadi legal-formal. Artinya hukum yang telah memiliki dasar dan teori yang matang dengan melalui dua proses, yaitu proses pembudidayaan hukum dan diformalkan oleh lembaga legislatif. Dengan kata lain, qânûn merupakan hukum positif yang berlaku pada satu negara yang dibuat oleh pemerintah, sifatnya mengikat, dan ada sanksi bagi yang melanggarnya. Qânûn dalam arti hukum tertulis yang telah diundangkan oleh negara bertujuan untuk:
a. Mendatangkan kemakmuran;
b. Mengatur pergaulan hidup manusia secara damai;
c. Mencapai dan menegakkan keadilan.
d. Menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya tidak terganggu.
Qanun jinayah terdiri dari dua kata, yaitu qanun dan jinayah, kata qanun berasal dari bahasa Arab yaitu qanna, yang bermakna membuat hukum dan kemudian qanun dapat diartikan sebagai hukum, peraturan atau Undang-undang. Sedangkan menurut kamus bahasa Arab-Indonesia, kata (qanun) berasal dari kata (qanna) yang berarti kaidah, Undang-undang atau aturan. Adapun jinayah secara etimologis berarti perbuatan terlarang. Menurut Ahmad wardi jinayah secara bahasa adalah: اسم لما يجنه المرء من شر وما اكتسبه “Nama bagi perbuatan seseorang yang buruk dan apa yang diusahakan”. Sedangkan pengertian jinayah menurut istilah fuqaha, sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah adalah: فالجناية اسم لفعل محرم شرعا، سواء وقع الفعل على نفس أو مال أو غير ذالك “Jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang oleh syara’ baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta dan lainnya”. Menurut Sayid Sabiq pengertian jinayah adalah: “yang dimaksud jinayah dalam istilah syara’ adalah setiap perbuatan yang dilarang dan perbuatan dilarang itu adalah setiap perbuatan yang oleh syara’ dilarang untuk melakukannya, karena adanya bahaya terhadap agama, jiwa, akal, kehormatan dan harta benda. Menurut Amir Syarifddin pengertian Jinayah atau lengkapnya adalah fiqh jinayah merupakan satu bagian dari pembahasan fiqh. Kalau fiqh adalah ketentuan yang bersifat wahyu Allah dan amaliyah yang mengatur kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah dan sesama manusia, maka fiqh jinayah adalah secara khusus mengatur tentang pencegahan tidak kejahatan yang dilakukan oleh manusia dan sanksi hukuman yang dikenakan dengan kejahatan itu adalah mendatangkan kemaslahahtan untuk manusia, baik mewujudkan keuntungan dan mamfaat bagi manusia, maupun menghindari kerusakan dan kemudharatan dari manusia. Segala bentuk tindakan perusakan terhadap orang lain atau mahluk lain dilarang oleh agama dan tindakan tersebut dinamakan tindak kejahatan atau jinayah. Semua bentuk tindakan yang dilarang oleh Allah dan diancam pelakunya dengan hukuman tertentu itu secara khusus disebut jinayah. Menurut Sudarsono istilah fiqh jinayah adalah pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang terhadap hak Allah atau larangan Allah, hak-hak manusia dan hak binatang dimana orang yang melakukan wajib mendapat hukuman yang sesuai baik di dunia maupun di akhirat. Dalam rumusan lain disebutkan bahwa jinayah itu perbuatan dosa besar atau kejahatan (kriminal/pidana) seperti membunuh, melukai seseorang, berzina dan menuduh orang baik berzina.
Qanun Syari’at Islam yang secara tegas mengatur tentang beberapa pelanggaran  jinayah (pidana) seperti:
1. Qanun  Nomor  11  Tahun  2002  tentang  Ibadah,  Aqidah  dan  Syi’ar  Islam.
2.      Qanun Nomor  12 Tahun 2003 tentang  tentang Minuman  Khamar  dan Sejenisnya.
3.      Qanun  Nomor  13  Tahun  2003  tentang  Maisir  (Perjudian).
4.      dan  Qanun  Nomor  14 Tahun 2003 tentang Khalwat (Mesum).
Sistem Hukum penegakan qanun jinayah atau jinayah law envorcement sebenarnya bukan  satu-satunya  cara  atau  alat  penaatan  (compliance  tool).  Penaatan  dapat ditempuh melalui cara-cara lain seperti instrumen ekonomi, public pressure (tekanan publik) yang efektif, dan pendekatan melalui negosiasi dan mediasi. Hanya saja, instrumen ini sepertinya belum dilaksanakan pihak penegak hukum.
Sejak dinyatakan sebagai  wilayah  syari’at,  penegakan qanun  jinayah di Aceh mengalami fluktuasi dan dinamika yang   sangat   beragam. Pro dan   kontra penegakannya tidak dapat dihindari sehingga pada akhirnya memunculkan kelompok-kelompok   pendukung,   tidak  mendukung   dan  kelompok   tidak   perduli dengan   syari’at   Islam   di  kalangan masyarakat Aceh.
2. Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh
Penerapan syariat islam secara kaffah di Aceh”. Bisa di artikan usaha untuk memberlakukan islam sebagai dasar hukum dalam tiap tindak-tanduk umat muslim secara sempurna.
Istilah kaffah digunakan karena Negara akan melibatkan diri dalam pelaksanaan syariat islam di Aceh. Membuat hukum positif yang sejalan dengan syariat, merumuskan kurikulum yang islami, dan masalah-maslah lain yang berkaitan dengan syariat.
Dasar hukum pelaksanaan syariat islam di Aceh adalah diundangkan UU no 44 tahun 1999 dan UU no 18 tahun 2001. Dalam undang-undang nomor 44 syariat islam didefinisikan sebagai semua aspek ajaran islam. Dalam undang-undang nomor 18 disebutkan bahwa mahkamah syar’iyah akan melaksanakan syariat islam yang di tuangkan ke dalam qanun terlebih dahulu. Qanun adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah Aceh untuk melaksanakan syariat islam bagi pemeluknya di Aceh ( al yasa abu bakar, 2004:61).
Pelaksanaan syariat islam secara kaffah mempunyai beberapa tujuan , di antaranya yaitu:
1. Alasan agama: pelaksanaan syariat islam merupakan perintah agama untuk dapat menjadi muslim yang lebih baik,sempurna, lebih dekat dengan ALLAH.
2. Alasan psikologis: masyarakat akan merasa aman dan tenteram karena apa yang mereka jalani dalam pendidikan, dalam kehidupan sehari-hari sesuai dan sejalan dengan kesadaran dan kata hati mereka sendiri.
3. Alasan hukum: masyarakat akan hidup dalam tata aturan yang lebih sesuai dengasn kesadaran hukum, rasa keadilan dan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat.
4. Alasan ekonomi dan kesejahteraan sosial: bahwa nilai tambah pada kegiatan ekonomi, serta kesetiakawanan sosial dalam bentuk tolong menolong, baik untuk kegiatan ekonomi atau kegiatan sosial akan lebih mudah terbentuk dan lebih solid.
Adapun lembaga-lembaga yang terkait dengan penerapan syariat islam adalah;
a.    Dinas syariat islam.
Dinas syariat islam provinsi diresmikan pada tanggal 25 feb 2002. Lembaga inilah yang mengatur jalannya pelaksanaan syariat islam. Tugas utamanya adalah menjadi perencana dan penanggung jawab pelaksanaan syariat islam di NAD.
b.    Majelis permusyawaratan ulama (MPU)
Lembaga ini merupakan suatu lembaga independen sebagai suatu wadah bagi ulama-ulama untuk berinteraksi, berdiskusi, melahirkan ide-ide baru di bidang syariat. Kaitannya dalam pelaksanaan syariat islam adalah lembaga ini bertugas memberikan masukan pertimbangan, bimbingan dan nasehat serta saran dalam menentukan kebijakan daerah dari aspek syariat islam, baik kepada pemerintahan daerah maupun kepada masyarakat.
c.    Wilayatul hisbah (WH)
Wilayatul hisbah merupakan lembaga yang berwenag member tahu dan mengingatkan anggota –anggota masyarakat tentang aturan-aturan yang ada yang harus di ikuti, cara menggunakan dan menaati hukum tersebut, serta perbuatan yang harus di hindari karena bertentangan dengan peraturan. Tugas yang harus di jalankan wilayatul hisbah antara lain:
1. Memperkenalkan dan mensosialisasi qanun dan peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan syariat islam dan juga mengingatkan atau memperkuatkan aturan akhlak dan moral yang baik.
2. Mengawasi masyarakat agar mereka memahami peraturan yang ada dan berakhlak dengan akhlak yang luhur yang dituntun islam.
3. Melakukan pembinaan agar para pelaku perbuatan pidana tidak melakukan perbuatan maksiat (kejahatan) lanjut.
Wilayatul hisbah diangkat secara khusus oleh gubernur pada tingkat provinsi, tingkat kabupaten atau kota oleh bupati atau walikota sedangkat tingkat gampong di angkat oleh petugas tuha peut (tetua gampong) setempat. Jika dijabarkan tahapan tugas wilayatul hisbah dan kaitannya dengan penegak hukum syariah lain adalah:
a. Tahap sosialisasi akan berhubungan dengan pimpinan gampong.
b. Tahap penyidikan bertugas sebagai PPNS (petugas penyidik negeri sipil) dan akan berhubungan dengan polisi.
c. Tahap penjatuhan hukuman bertugas sebagai petugas pencambuk dan akan berhubungan dengan kejaksaan.

d.    Mahkamah syariah.
Mahkamah syariah merupakan pengganti pengadialan agama yang sudah di hapuskan. Mahkamah ini akan mengurus perkara muamalah (perdata), jinayah (pidana) yang sudah ada qanunnya. Pendek kata lembaga ini adalah pengadilan yang akan mengadili pelaku pelanggaran syariat islam.
Tingkat kabupaten dibentuk mahkamah syariah dan tingkat provinsi mahkamah syariah provinsi yang diesmikan pada tahun 2003.
e.    Beberapa qanun yang telah disahkan
Sampai tahun 2005 sudah ada beberapa qanun yang disusun dan disahkan bahkan sudah ada pelaku pelanggar syariat yang ditindak dengan hukum ini, diantaranya :
1.    Qanun nomor 11 tahun 2002 tentang pelaksanaan syariat islam bidang aqidah. Ibadah dan syariat islam.
2.    Qanun nomor 12 tahun 2003 tentang larangan khamar (minuman keras), pelaku yang mengkonsumsi khamar akan dijatuhi hukuman cambuk 40 kali. Hakim tidak di beri izin untuk memilih (besar kecil atau tinggi rendah) hukuman. Bagi yang memproduksi khamar dijatuhi hukuman ta’zir berupa kurungan paling lama satu tahun, paling sedikit 3 bulan dan denda paling banyak Rp. 75.000.000 (tujuh puluh lima juta) dan paling sedikit Rp. 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah).
3.    Qanun nomor 13 tahun 2003 tentang larangan maysir (perjudian). Pelaku yang melakukan Maysirakan dikenakan hukuman cambuk paling banyak 60 kali atau denda paling banyak 1200 (seribu dua ratus) gram emas atau penjara paling lama 60 (enam puluh) bulan.
4.    Qanun nomor 14 tahun 2003 tentang larangan khalwat (perbuatan mesum). Dimana pelaku dikenakan hukuman kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan paling singkat 2 (dua) bulan dan denda paling banyak Rp.15.000.000,- (lima belas juta rupiah) dan paling sedikit Rp.5000.000,- (lima juta rupiah)
5.    Qanun nomor 7 tahun 2004 tentang pengelolaan zakat.

f.     Hukuman cambuk
Hukuman cambuk merupakan salah satu hukum yang berlaku dalam syariat islam NAD. Ketentuan dlam hukum cambuk antara lain:
a.    Terhukum dalam kondisi sehat.
b.    Pencambuk adalah wilayatul hisbah yang di tunjuk jaksa penuntut umum.
c.    Cambuk yang digunakan adalah rotan dengan diameter 0.75 s/d 1.00 cm.
d.    Jarak pencambuk dengan terhukum kira-kira 70 cm.
e.    Jarak pencambuk dengan orang yang menyaksikan paling dekat 10 meter.
f.     Pencambukan di hentikan jika menyebabkan luka, di minta dokter atas pertimbangan medis, atau terhukum melarikan diri.
g.    Pencambukan akan dilanjutkan setelah terhukum dinyatakan sehat atau setelah terhukum menyerahkan diri atau tertangkap.

















BAB III
Penutup
A.   Kesimpulan
1.    Ada beberapa karakter dasar dalam Islam yaitu:
a.    Sederhana, diterima akal sehat dan praktis
b.    Kesatuan antara materi dan spiritual
c.    Suatu jalan hidup yang lengkap (a complete way of life)
d.    Keseimbangan antara individu dan masyarakat
e.    Universalitas dan humanism
f.Permanen dan berubah
g.    Ajaran-ajaran yang terekam dengan lengkap tersedia.
2.    Menurut beberapa pemerhati Islam di wilayah barat dapat disimpulkan bahwa Islam itu merupakan suatu kebutuhan yang sangat diperlukan dan lebih cocok untuk dunia secara keseluruhan.
3.    Qanun jinayah adalah aturan perundang-undangan yang mengatur segala bentuk tindakan kejahatan (kriminal/pidana) terhadap orang lain, yang ditetapkan oleh syara’ dan sangat dilarang untuk melakukannya. Ada beberapa qanun yang telah disahkan di Aceh diantaranya yaitu:
a.    Qanun nomor 11 tahun 2002 tentang pelaksanaan syariat islam bidang aqidah. Ibadah dan syariat islam.
b.    Qanun nomor 12 tahun 2003 tentang larangan khamar (minuman keras).
c.    Qanun nomor 13 tahun 2003 tentang larangan maysir (perjudian).
d.    Qanun nomor 14 tahun 2003 tentang larangan khalwat (perbuatan mesum).
e.    Qanun nomor 7 tahun 2004 tentang pengelolaan zakat.
B.   Saran
1.    Sebagai seorang muslim dan muslimah seharusnya bisa mematuhi semua aturan-aturan hokum yang terkandung didalam Al-qur’an, Hadist dan sumber-sumber hokum islam lainnya.
2.    Jika bebarapa tokoh barat saja mampu mengatakan bahwa islam itu merupakan aturan hokum yang lebih cocok untuk dunia, maka seharusnya kita sebagai muslim mampu menelaah setiap makn-makna yang terkandung dalam Al-qur’an maupun sumber hokum islam lainnya.
3.    Pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh seharusnya dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh aparat dan diperlukan dukungan masyarakat dalam pelaksanaannya.






Daftar Pustaka
A.   Buku
Suherman, Ade Maman,Pengantar Perbandingan Sistem Hukum. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2008
B.   Perundang-Undangan
Qanun nomor 12 tahun 2003 tentang larangan khamar (minuman keras).
Qanun nomor 13 tahun 2003 tentang larangan maysir (perjudian).
Qanun nomor 14 tahun 2003 tentang larangan khalwat (perbuatan mesum).
C.   Web
http://pelaksanaan-syariat-islam-di-aceh.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar