Kata
Pengantar
Alhamdulillah hirobbil’alamin, puji
syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufiq dan hidayah-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan pada waktu yang telah ditentukan. Sholawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, yang membimbing
umatnya dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah yakni ajaran agama Islam.
Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah “Perbandingan Hukum Pidana”. Penyusun berharap makalah ini
dapat menambah pengetahuan pembaca tentang konsep yang ada didalamnya.
Akhirnya penyusun menyadari
bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu penyusun mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca, sehingga makalah ini bisa
mencapai kesempurnaan.
Langsa, Oktober 2013
Penyusun
Daftar Isi
Kata
Pengantar................................................................................... 1
Daftar
Isi................................................................................................ 2
BAB
I Pendahuluan........................................................................... 3
A. Latar Belakang......................................................................... 3
B. Rumusan Masalah.................................................................. 5
BAB II
Pembahasan......................................................................... 6
A. Sistem Hukum Islam............................................................... 6
1. Pengertian Islam dan Syari’at......................................... 6
2. Sumber Hukum.................................................................. 10
B. Pandangan Barat Terhadap Islam........................................ 21
C. Contoh Sistem Hukum Islam di
Indonesia(Aceh)............. 25
1. Pengertian Qanun Jinayah............................................. 25
2. Pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh............................... 28
BAB III
Penutup................................................................................. 35
A. Kesimpulan............................................................................... 35
B. Saran.......................................................................................... 36
Daftar
Pustaka..................................................................................... 37
BAB I
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Dalam The Penguin Concise Columbia Encyclopedia (1987), Religion diartikan sebagai suatu sistem
pemikiran, perasaan, dan perbuatan yang sama dari suatu kelompok yang memberikan anggotanya
suatu objek peribadatan; suatu aturan moral yang berhubungan dengan perbuatan
pribadi dan social; dan suatu term
of reference yang menghubungkan
individu-individu kepada lelompoknya dan dunia.
Sosiolog terkemuka, Auguste Comte
memiliki pandangan yang ekstrem bahwa dalam perkembangan pemikiran manusia
terdapat tiga tahap yaitu, theological,
metaphysical, dan akhirnya scientific. Agama dipandang sebagai
evolusi mental manusia yang paling awal dari mental dan fase terakhir adalah
ilmu pengetahuan (sciece) dan mengakui betapa pentingnya data-data dari penelitian
untuk meraih suatu pengetahuan tentang dunia dimana dia hidup.
Ketika era reformasi sejak
terjadinya era renaisance, pergeseran
nilai secara signifikan telah bergerak pada era sekularisme yang mengedepankan
ilmu pengetahuan dan agama, moral dan teologi bukan lagi suatu yang popular.
Senada dengan Saint-Simon menegaskan
bahwa:
“The moral crisis that had plagued
Europe since the reformation, and the consequent separation between secular and
religion power, could only be solved by a new religion: that religion was sciene” (pengetahuan menggantikan
agama, sekaligus ilmu pengetahuan itu sendiri sebagai agama baru).
Golongan
Marxis memandang sangat lain tentang agama. Mereka memandang agama sebagai alat
penipuan oleh para borjuis (bangsawan) untuk melindungi kepentingan mereka
dalam melawan kaum buruh, lebih ekstrem lagi Marxis memandang agama sebagai
candu agar tidak menyadari dan merasakan penderitaan mereka serta tetap
bertahan pada kesengsaraan hidup. Hal ini tidak lepas dari penyimpangan agama
dan kelemahan nilai-nilai kapitalis yang menindas kaum buruh. Apabila merujuk
kepada pengertian islam, pemahaman keliru Marxisme jelas tidak berdasar, karena
agama itu sendiri bertujuan untuk kepentingan manusia termasuk mengatur hak dan
berkewajiban, diantaranya antara pekerja dan majikan.
Durkheim
berpendapat bahwa agama sebagai suatu sistem kepercayaan dan perbuatan yang
terpadu berhubungan dengan hal-hal yang keramat (suci), a unified system of beliefs and practice related to sacred things.
Sementara Jary and Jary memandang agama sebagai seperangkat doktrin yang
memberikan jawaban sepenuhnya terhadap pertanyaan-pertanyaan pokok dan
eksistensial yang tidak ada jawaban empirisnya.
Agama,
religi, din (pada umunya) adalah sistema credo
(tata keimanan atau tata keyakinan) atas adanya sesuatu yang mutlak di luar
manusia dan satu sistem titus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggap
Yang Mutlak, serta sistem norma (tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia
dengan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan
sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan termaksud.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimanakah sistem hukum Agama Islam ?
2.
Bagaimanakah pandangan Barat terhadap Islam ?
3. Contoh
sistem hukum Islam di Indonesia.
BAB II
Pembahasan
A.
Sistem
Hukum Islam
1. Pengertian Islam dan Syariat
Islam
mengandung arti ketundukan, ketaatan yang sepenuhnya kepada Allah. Islam
berasal dari kata salm yang berarti
damai (peace). Apabila seseorang
menghendaki kedamaian, kesejahteraan, keselamatan yang hakiki dari rasa dan
pemikiran hanya melalui penyerahan diri dan ketundukan dan ketaatan kepada
Allah.
Istilah
syari’a berasal dari bahasa arab yang
berarti jalan menuju sumber air, jalur yang jelas untuk diikuti. Kata kerja syara’a secara harfiah mengandung arti
menguraikan atau menelusuri suatu jalan
yang jelas menuju ke air. Dalam konteks agama, syariat berarti jalan utama
menuju kehidupan yang baik (high way to
good life) yaitu nilai-nilai untuk membimbing kehidupan manusia.
Untuk
memahami karakteristik Islam, Fazlul Rahman
menyebutkan beberapa karakter dasar Islam:
a. Sederhana,
diterima akal sehat dan praktis
b. Kesatuan
antara materi dan spiritual
c. Suatu
jalan hidup yang lengkap (a complete way
of life)
d. Keseimbangan
antara individu dan masyarakat
e. Universalitas
dan humanism
f. Permanen
dan berubah
g. Ajaran-ajaran
yang terekam dengan lengkap tersedia.
Dalam
islam, hukum adalah salah satu pilar utama masyarakat, dan hukum sendiri
diperuntukkan untuk masyarakat. Dimanapun mereka berada selalu memerlukan hukum
dan undang-undang untuk mengatur hubungan diantara mereka. Dengan kata lain,
hukum selalu ada dan tumbuh dari dan untuk masyarakat, tidak ada masyarakat
tanpa hukum. Melalui hukum, diharapkan masyarakat menjadi tertib dengan adanya kepastian dan keadilan hukum. Dalam
islam, hukum atau dikenal dengan syari’ah memperoleh tempat yang penting selain
persoalan aqidah, keyakinan atau tauhid, akhlak (budi pekerti). Dalam ketiga
pilar tersebut persoalan keyakinan dengan mengimani adanya Tuhan, Rasul, Kitab
Suci dan Para Nabi, takdir dan hari akhir. Sedangkan akhlak merupakan tuntunan
ilahiah yang telah di-contohkan oleh rasul-Nya, bagaimana orang berhubungan
dengan sesama manusia dan alam lingkungan. Adapun pengertian syari’ah akan
dibahas secara tersendiri dalam pembahasan berikutnya.
Sebelum
mengawali pembahasan syari’ah secara tersendiri, berikut ini sebuah ketentuan
dalam ayat Alqur’an yang maknanya bahwa Tuhan telah mengutus Rasul agar
berperilaku adil. Ketentuan tersebut dapat dijumpai dalam QS Al_Hadid dan
Al-Nisa.
Sesungguhnya Kami telah mengutus
rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan
bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan supaya manusia dapat melaksanakan
keadilan). (QS Al-Hadid: 25)
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab
kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili diantara manusia dengan
apa yang telah Allah wahyukan kepadamu… (QS. Al-Nisa).
Sistem
hukum Islam memiliki perbedaan dengan sistem hukum kontemporer lainnya, menurut
Hamed Sultan bahwa hukum Islam memiliki dua karakter dasar yaitu:
Pertama, the outset of Islamic legal
system has two mainstays which are unlike those of any contemporary legal
system. First, the Islamic system is its very nature not a secular legal order
but one of divine and sacred emanation. It constitutes a specific application
of Islamic faith to human relation: islam is not only religion but also a set
of rules which governs the behavior of the faikhul and organizes their relation
within society.
Kedua, The Islamic legal order is not
broken down into separate branches of law like most contemporary legal system,
which include public and private law. …within Islam, therefore, there is but
one God and one law. This law is addressed to all without distintion or
discrimination.
Untuk
menjelaskan pengertian dan cakupan shari’ah
and fiqh, yang dalam Hukum Islam
syari’ah sebagai sacred law dan fiqih
adalah islamic jurisprudence yang
mengatur segala aspek kehidupan dalam berbagai hal atau persoalan.
Syariah
adalah:
“The Arabic word shari’ah refers to the
laws and way of life prescribed by Allah (SWT) for his servants. The Shari’ah
deals with the ideology and faith; behavior and manners; and practical daily
matters. “To each among you, we have prescribed a law and a clear way. (Qur’an
5:48) Shari’ah includes theQur’an and the sunnah of the prophet (saas). The
Qur’an is the direct word of Allah (SWT), and is the first most important
source of guidance and rulings. The Sunnah of The Prophet (saas) is the second source
of guidance and rulings. The sunnah is an inspiration from Allah (Swt), but relayed
to us through the words and actions of the prophet (saas), and his concurrence
with others’ actions. The sunnah confirmed the rulings of the Qur’an; detailed
some of the concepts, laws and practical matters which are briefly stated in
the Qur’an (e.g. definition of Islam, Imn, and Ihsan, details of salah types of
usury); and gave some rulingsregarding matters not explicitly stated in the
Qur’an (e.g. wearing silk clothes for men).
Dari penjelasan di atas, bahwa
syari’ah terdiri dari Alqur’an, Sunnah,
dan fiqih. Pengertian fiqih yang berasal
dari bahasa Arab artinya pengetahuan, pemahaman, dan konprehensi yang merujuk
kepada aturan hukum para ahli hukum Islam berdasarkan pengetahuan mereka
tentang syari’ah sebagai sumber hukum tersier (ketiga) setelah Alqur’an dan
Sunnah. (The Arabic word fiqh means
knowledge, understanding and comprehensive. It refers to the legal rulings of
the Muslim scholars, based on their knowledge of the shari’ah; and as such is
the third source of rulings.)
Ilmu
fiqih mulai berkembang sejak abad kedua Hijriah ketika negara Islam mengalami
ekspansi dan menghadapi berbagai isu yang belum diatur secara eksplisit dalam
Alqur’an dan Sunnah Nabi (saas).
Rulings the based on the unanimity of
Muslim scholars and direct analogy are binding. The four sunni school of
thought, Hanafi, Maliki, Shafi’i, and Hambali, are identical in approximately
75% of their legal conclusion. Variances in the remaining are traceable to
methodological differences in understanding or authentication of the primary
textual evidence. Differing viewpoints sometimes exist even within a single
school of thought.
Ketentuan syari’ah dalam menghukumi
suatu perbuatan sehari-hari, baik yang berupa muamalah maupun nonmuamalah,
terdiri dari lima kategori hukum yaitu: wajib (prescribed, sunnah
(recommended), mubah (permissible/allowed), makruh (dislike), dan haram
(unlawful, prohibited).
2. Sumber Hukum
a.
Alqur’an
Sumber nilai dan norma dalam Islam
adalah Alqur’an dan Al Sunnah serta Ijtihad. Pengertian ijtihad adalah usaha
yang sungguh-sungguh seseorang (beberapa orang) ulama tertentu, yang eiliki
syarat-syarat tertentu, pada suatu tempat dan waktu tertentu, untuk merumuskan
kepastian atau penilaian hukum mengenai sesuatu
atau (beberapa) perkara, yang tidak terdapat kepastian hukumnya secara
eksplisit, baik dalam Alqur’an maupun hadist. Orang melakukan ijtihad disebut
mujtahid. Jika dilakukan oleh beberapa orang secara kolektif disebut ijma’.
1. Pengertian
Untuk memahami pengertian Alqur’an,
lebih jauh ditegaskan oleh Hamed Sultan:
The Koran is the uncreated word of God,
the Lord of World“, as revealed to his chosen messenger for communication to
all peoples. It was revealed in fragments over 23 years (610-632), each
revelation being made when and where required, usually to solve a specivic
problem. The Koran is given as a guide to man, in the totality of his temporal,
spiritual, individual, and collective life, and to all classes of individual
and community throughtout time and space.
Selanjutnya apa yang menjadi tema
sentral Alqur’an adalah pure, simple
monotheism-belief in the oneness of God, although it also deals with all
aspects of life. Dari sebanyak 6.600 ayat dalam Alqur’an, 200 ayat
merupakan serangkaian ayat-ayat yang membahas tentang sistem hukum dan hubungan
hukum antar sesame. Dari 200 ayat tersebut yang diturunkan berdasarkan raison d’etre lima prinsip dasar yang
menjadi fondasi hukum islam yaitu:
Five basic principle which constitute
the foundation of the Islamic legal system as awhole, there are: Justice,
equality, democration consultation, respect for commitment, and reciprocity.
Alqur’an merupakan kitab Allah yang
terakhir, sumber asasi Islam yang pertama, kitab kodifikasi firman Allah SWT,
kepada manusia di atas bumi ini, diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw, berisi
petunjuk Ilahi yang abadi untuk manusia, untuk kebahagian mereka di dunia dan
di akhirat. Sebutan lainnya untuk Alqur’an adalah Al Haq, artinya kebenaran Ilahi yang mutlak sempurna; Al Hukmah, hikamah atau kebijaksanaan; Al Huda, petunjuk hidup; Asyifa, penyembuh rohani; dan Al Dzikru, pengingat.
Isi Alqur’an terdiri dari berbagai
informasi seperti: Aqidah atau keyakinan, syari’ah, akhlak, kisah-kisah masa
lalu, berita yang akan datang, dan pengetahuan Ilahiah lainnya. Semua itu
tertuang dalam 114 surat, terdiri dari 6247 ayat atau 6360 bila kita hitungnya
termasuk Bismillah pada awal surat, terbagi dalam 30 juz. Surat tersebut
diturunkan dalam dua periode, yaitu periode Makiyah dan periode Madaniyah.
2. Norma
Hukum dalam Alqur’an
Alqur’an sebagai sumber pertama dan
utama dalam hukum Islam terbagi dalam tiga macam:
Pertama,
hukum-hukum I’tiqadiyah yaitu yang
berhubngan dengan keimanan;
Kedua,
hukum-hukum amaliyah, yaitu yang
berhubungan dengan perbuatan/perkataan seorang mukallaf dan yang kedua inilah
yang akan dicapai dengan menggunakan ilmu ushul fiqh;
Ketiga,
hukum-hukum khuluqiyah, yaitu yang
berhubungan dengan keutamaan-keutamaan akhlak dan akhlak-akhlak yang buruk.
Lebih lanjut, hukum amaliyah terbagi
lagi ke dalam hukum-hukum ibadah, yaitu hukum yang mengatur hubungan
antarmanusia dengan Allah SWT, seperti shalat, zakat, puasa, haji, nadzar, dan
sebagainya. Sedangkan hukum-hukum mu’amalah
mengatur, hubungan antarmanusia, baik secara individual maupun secara kelompok
atau antarindividu dalam kelompoknya. Pengaturan mengenai mu’amalah dalam arti luas sekaligus dikomparasikan dengan hukum
positif yang sebagian bersumber pada hukum Barat dan produ hukum nasional.
Ayat-ayat dalam bidang ibadah, hukum
keluarga, dan hukum waris bersifat limitative atau terperinci sedangkan hukum
lainnya perumusannya bersifat enunciatif
(global) atau hanya ketentuan umumnya saja.
b.
Al-Sunnah
Hadis sebagai sumber hukum Islam
setelah Alqur’an adalah perkataan, perbuatan, dan sikap Rasulullah SAW, yang
dicatat dan direkam di dalam Al-Hadist.
Secara etimologis, sunnah berarti ucapan atau pernyataan dan sesuatu yang baru. Sedangkan secara
teknis bahwa as-sunnah (Sunnah Rasul) identik dengan al-Hadist (Hadist Nabawi).
Mengenai fungsi Sunnah apabila dikaitkan dengan perbuatan Rasulullah ada tiga
macam:
1. Sunnah
Mu’akkadah aialah sunnah-sunnah yang
selalu dilakukan oleh Rasulullah, tetapi bukan wajib, seperti shalat dua rakaat
sebelum fajar, ba’da Magrib, dan ba’da Isya, membaca surat atau ayat-ayat
Alqur’an sesudah Fatihah
2. Sunnah
yang ukan mu’akkadah, yaitu
sunnah-sunnah yang tidak selalu dilaksanakan oleh Rasulullah, seperti shalat
sunah empat rakaat sebelum Ashar dan sebelum Isya.
3. Yang
dianggap sunah, yaitu mencontoh Nabi dalam adat istiadat/kebiasaan yang tidak
berhubungan dengan tugasnya sebagai Rasul dan tidak dimasukkan menjelaskan
hukum. Seperti tat cara berpakaian, makannya, minumnya, berjenggot, mencukur
kumis, apabila kita maksudkan untuk memuliakan dan untuk menunjukkan kecintaan
kepada Rasulullah SAW.
Al-Sunnah memiliki peranan yang
sangat penting dalam hal hal bagaimana mengimplementasikan wahyu Allah SWT yang
dituangkan dalam Alqur’an dalam kehidupan secara sosio empiris. Pengkategorian tiga
macam sunnah di atas relative menyempitkan konsep perilaku Nabi yang memiliki
integritas pribadi yang agung dan direfleksikan dalam berbagai asperk
kehidupan. Bagaimana beliau berniaga, memimpin jamaah, umat dan pasukan perang,
memperlakukan pembantu, istri, anak, serta anak-anak yatim, orang miskin dan
memerdekakan budak belian (slave)
Hamed Sultan dalam karyanya yang
berjudul The Islamic Concept, Sunnah
atau Sunna dalam bahasa inggris
didefinisikan sebagai berikut:
The Sunna or tradition of the Prophet,
is the second source of The Islamic legal order. The Messenger’s behavior and
conduct in his missionary life, his words, his deeds and reactions to the deeds
of others, constitute a source of rules which have legal force under Islamc
system. The rules are complementary to those of the Koran in that they simply
reaffirm or interpretthem or specify how they should be applied.
Setelah menjelaskan secara singkat
dua sumber pokok dan utama dalam hukum Islam,persoalan akan muncul bagaimana
terdapat fakta atau peristiwa hukum yang belum diatur dalam kedua sumber hukum
tersebut. Hukum Islam memilik cara yang dikenal dengan istilah istinbath. Metode ini merupakan bukti
bahwa Islam bukanlah suatu sistem hukum yang statis, kaku dan tidak responsive
terhadap berbagai fakta dan fenomena social. Dalam bagian berikut ini akan
dibahas sejumlah metode penetapan hukum pada berbagai fenomena atau fakta baru
yang didasarkan pada hukum ashal-nya.
c. Al-Ijtihad
Al-Ijtihad adalah usaha yang
sungguh-sunguh (beberapa orang) ulama tertentu, yang memiliki syarat-syarat
tertentu, pada suatu tempat dan acara tertentu, untuk merumuskan kepastian atau
penilaian hukum mengenai sesuatu (atau beberapa) perkara, yang tidak terdapat
kepastian hukumnya secra eksplisit dan positif, baik dalam Alqur’an maupun
dalam al-Hadist. Sedangkan qiyas
sering dianggap sebagai sumber hukum, itu merupakan salah kafrah. Qiyas
hanyalah salah satu metode (thariqat) yang dapat ditempuh bai oleh seorang
Mujtahid dalam menemukan dan menyimpulkan ijtihad-nya; maupun sekelompok
Mujtahidin dalam menemukan dan menimpulkan ijma’ (ijtihad kolektif) mereka.
Qiyas apabila dibandingkan dengan ilmu hukum umum adalah merupakan salah satu
metode penafsiran hukum. Fungsi ijtihad sebagai salah satu sumber hukum Islam
adalah sebagi dinamisator. Ijtihad adalah penggerak di dalam hukum Islam. Oleh
karena itu, apabila ijtihad tidak berjalan sebagaimana mestinya akan terasa
adanya kekakuan dalam hukum Islam.
d.
Al-Ijma’
Pengertian ijma menurut istilah
ulama ushul adalah “kesepakatan seluruh mujtahid dari kaum Muslimin pada suatu
masa setelah Rasulullah SAW. Atas suatu hukum syara suatu kasus. “secara
harfiah ijma sendiri berarti sepakat, artinya ijma merupakan kesepakatan
sekelompok Mujtahid. Karenanya tidak dimungkinkan adanya ijma yang dibuat oleh
seseorang saja. Kesepakatan atas penetapan suatu hukum harus dicapai oleh
sejumlah kelompok dan memiliki persamaan pendapat, seperti Mujtahid Irak,
mujtahid Hijaz, dan mujtahid Mesir serta mujtahid-mujtahid Syiah. Kesepakatan
ini pada dasarnya harus disepakati oleh seluruh mujtahid Islam.
Dalam konteks modern dewasa ini,
persoalan ijma menurut T.M Hasbi Ash Shiddiqy berarti mengumpulkan ahli
permusyawaratan yang bermusywarah sebagai ganti rakyat atas perintah/undangan
kepala Negara. Itulah yang mungkin terjadi sepanjang masa. Inilah ijma yang
terjadi di masa Abu Bakar dan Umar, semoga Allah meridhainya.
e.
Al-Qiyas
Definisi qiyas yang dikemukakan para ulama cukup banyak, tapi pada dasarnya
definisi tersebut akan berasal dari ashal,
cabang, hukum ashal dan illat. Qiyas ialah mempersamakan hukum sesuatu kasus yang tidak dinashkan
dengan hukum kasus lain yang dinashkan karena persamaan illat hukum. Menurut Imam Syafi’i:
“Setiap
kejadian / kasus atau peristiwa yang terjadi pada seorang Muslim pasti ada
hukumnya. Dan ia wajib mengikuti nash, apabila ada nashnya. Dan apabila tidak
ada nashnya, dicari dari permasalahannya (dadalah) di atas jalan yang benar
dengan ijtihad. Dan ijtihad itu adalah qiyas.”
Syarat yang harus dipenuhi atau rukun
yang harus terdapat dalam qiyas adalah empat hal:
1. Ashal, yaitu sesuatu yang
dinashkan hukumnya yang menjadi ukuran atau tempat yang
menyerupakan/mengqiyaskan di dalam istilah ushul disebut ushul;
2. Far atau cabang, sesuatu
yang tidak dinashkan hukumnya yang diserupakan atau yang diqiyaskan;
3. Hukum
ashal, yaitu hukum syara yang
dinashkan pada pokok yang kemudian akan menjadi hukum pula bagi cabang (far)
4.
Illat,
yaitu sebab yang menyambungkan pokok dengan cabangnya.
f.
Istihsan
Definisi al-ihtihsan menurut al-Bazdawy,
meninggalkan keharusan menggunakan qiyas dan berpindah kepada qiyas yang lebih
kuat dari qiyas yang tadi.
g.
Maslahah
Mursalah
Memberikan hukum syara kepada suatu
kasus yang tidak terdapat di dalam nash dan ijma atas dasar memelihara
kemaslahatan yang terlepas, yaitu kemaslahatan yang tidak ditegaskan oleh syara
dan tidak pula ditolak.
h.
Urf/Adat
Adat ternyata mendapat tempat dalam
hukum Islam. Kebiasaan atau perbuatan-perbuatan manusia yang telah biasa
dilakukan pada umunya dilegalisasi menjadi suatu yang sah secara syara dengan
persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut adalah sepanjang adat yang
dikualifikasikan sebagai al-adat
al-shalihah.
Adat
atau urf dibagi kepada dua macam yaitu:
1. Adat
yang baik (Al-adat al-shalihah)
2. Al-adat
Al-bathilah (adat yang disqualisasikan atau tidak memenuhi syarat-syarat.
Adat
yang dikategorikan sebagai al-shalihah, Syaikh Muhammad Abu Zahrah membagi ke
dalam dua bagian:
a. Adat
yang umum atau adat yang biasa dilakukan manusia disetiap tempat, seperti
memesan barang-barang jadi, padahal barang-barang tersebut belum ada. Apabila
dikaitkan dengan transaksi yang dikenal dewasa ini menggunakan istilah forward trading, hedging, dan
sejenisnya.
b. Adat
yang khusus, yaitu kebiasaan tertentu yang ada pada suatu Negara, misalnya adat
dalam praktik pertanian. Masalah ini sebenarnya tidak berhadapan dengan nash
tetapi berhadapan dengan qiyas.
Hal yang menarik untuk ditarik
sebuah perbandingan, sistem hukum sipil menempatkan custom sebagai hukum
sekunder. Dengan kata lain, kebiasaan dapat diterima sebagai hukum apabila
sejalan dengan hukum sipil (tertulis). Perbedaaannya, dalam sistem hukum sipil
tidak mengenal metode istinbath sebagaimana dalam hukum Islam
i.
Al-Istishhab
Pengertian
al-istishhab adalah mengekalkan apa yang telah ada (kekekalan sesuatu selama
tidak ada yang mengubahnya). Dengan kata lain, apa yang telah ditetapkan pada
masa lalu, akan tetap demikian keadaannya pada masa kini dan nanti selama tidak
ada dalil yang mengubahnya. Contoh dari penetapan istishhab, misalnya seseorang
yang hilang dianggap hidup sebelum ada bukti bahwa ia meninggal, apabila telah
adanya bukti kepemilikan atas tanah, aia adalah pemilikny sah selama tidak ada
pembuktian telah terjadinya peralihan kepemilikan
Istishhab
zatnya adalah bukan dalil fiqh dan bukan merupakan sumber istinbath, tetapi
menerapkan dalil yang telah ada, dan menerapkan hukum terus berlaku sebelum ada
yang mengubahnya.berikut ini kaidah-kaidah yang ada dalam istishhab:
1. Sesuatu
yang meyakinkan tidak bisa hilang karena adanya sesuatu yang meragukan;
2. Sesuatu
yang ditetapkan dengan meyakinkan tidak bisa dihilangkan kecuali dengan cara
yang meyakinkan pula;
3. Hukum
ashal ialah tetapnya hukum atas apa yang telah ada hingga datang sesuatu yang
mengubahnya;
4. Hukum
asal segala sesuatu adalah kebolehan (mu’amalah);
5. Hukum
ashal dalam ibadah adalah menunggu dan mengikuti;
6. Sebelum
ada nash tidak ada hukum bagi orang-orang berakal sehat;
7. Tidak
ada kejahatan dan tidak ada hukuman tanpa adanya nash;
8. Hukum
ashal dalm perikatan adalah kebolehan dan kewajiban melaksanakannya sehingga
datang nash yang melarangnya;
9. Apa
yang ditetapkan pada suatu waktu, ketetapan hukum tersebut terus berlangsung.
Prinsip-prinsip
tersebut apabila dikaitkan dengan sistem hukum Barat yang tertuang dalam
asa-asas hukum pidana terdapat beberapa kesamaan, yaitu:
1. Asas
legalitas (legaitas principle), noelum delictum noela poena sine pravia legi poenale. Dalam Islam sama halnya
dengan sebelum ada nash, tidak hukum bagi orang-orang yang berakal sehat;
2. Noela Crimen sine lege
(tidak ada kejahatan tanpa hukum atau nash);
3. Dalam
sistem hukum perdata Barat, sistem hukum perikatan adalah terbuka, sebagaimana
melandaskan pada asas kebebasan berkontrak dan dibatasi hal-hal tertentu,
misalnya bertentangan hukum, ketertiban umum, dan kesusilaa.
B.
Pandangan
Barat terhadap Islam
Suatu
hal yang berbeda dan menarik antara konsep Barat dan konsep Islam adalah
persoalan penyatuan agama dengan politik, hukum dan kenegaraan merupakan
sesuatu yang interrated.Sedangkan dalam hukum secular, agama merupakan wilayah
tersendiri, terpisah dengan hukum, politik dan kenegaraan. Hal ini yang membuat
Barat tidak memahami dan menerima konsep holistic antara Islam dengan politik.
Barat menganggap bersatunya hal tersebut seperti kombinasi antara setan dengan
malaikat. Berikut ini pandangan Amerika terhadap Islam tercermin dalam
pernyataan berikut ini:
The most difficult part of Islamic Law
for most westerners to graps is tha there is no separation of churs and state.
The religion Islam and the government are one. Islamic Law is controlled,
ruled, regulated by the Islamic religion. The theocracy controls all public and private matters. Government,
law, and religion are one. There are varying degrees of this concept in many
nations, but all law, government and civil authority rests upon it and it is a
part of Islamic religion. There are civil law in Muslims nations for Muslim and
non-Muslim people. Shari’ah is only applicable to Muslim. Most Americans and
others schooled in Common law have great difficulty with than concept. The U.S
Constitution (Bill of Right) prohibits the government from “establishing a religion.”
The U.S Supreme Court has concluded in numerous cases that the U.S Government
can’t favour one religion over another. That concept is implicit for most U.S
legal scholars and many U.S academicians believe that any mixture of ”churchs
and state” is inherently evil and filled with many problem. That reject all
nations of a mixture of religion and government”
Kecuali
kebingungan dan ketidakpahaman para akademisi Amerika tehadap Islam yang
memandang bahwa terintegrasinya agama dengan negara dipandang sebagai
bertemunya antara setan dengan malaikat, sebagaimana mereka melakukan penolakan
penyatuan antar gereja dengan Negara. Sementara itu, sejumlah orientalis
melakukan penilaian yang objektif terhadap ajaran Islam sebagaimana diungkapkan
oleh sejumlah pemerhati Islam diantaranya:
1.
Jean
L. Heureux
Islam had the power of peacefully
conquering souls by simplicity of its theology, the clearness of its dogma and
principles, and the definite number of the practice which is demands. In
contrast to Christianity which has been undergoing continual transformation
since its origin, Islam has remained identical with it self.
(Islam
mempunyai daya takluk secara damai terhadap jiwa dengan keserhanaan teologinya,
kejelasan dogma dan asas-asasnya, dan jumlah yang tertentu dalam amalan praktis
yang diperintahkannya. Berlawanan dengan Kristen yang telah mengalami
transformasi yang terus-menerus sejak awalnya, Islam tetap sama sejak semula.)
2.
Arnold
J. Toyenbee
The extinction of race consciousness as
between Muslim is one of the outstanding achievement of Islam, and in the
contemporary world there is, as it happen a craying need for the propagration
of this Islamic virtue…
(hapusnya
kesadaran ras di kalangan kaum Musliminmerupakan salah satu pencapaian yang
luar biasa di dunia dewasa ini merupakan kebutuhan yang sangat diratapkan
perlunya penyiaran kebaikan Islam)
3.
Lancelot
Lawton
As a religion the Mohammedan religion,
it must be confessed, is more suited to Africa than the Christian religion;
indeed, I would even say that is more suited to the world as the whole…
(Sebagai
agama harus diakui bahwa agama yang dibawa oleh Muhammad itu lebih cocok untuk
Afrika daripada agama Kristen, sesungguhnya bahkan saya ingin berkata bahwa
Islam itu lebih cocok untuk dunia secara keseluruhan)
Penilaian kalangan orientalis
terhadap legislasi, dogma serta hukum materiil dari agama Islam yang bersifat
Ilahiyah mendapatkan apresiasi positif. Bahkan Islam merupakan sebuah sistem
yang ideal untuk sebuah tatanan seluruh dunia secara universal. Komentar
orientalis tersebut cukup objektif, tapi persoalan yang fundamental adalah
mengapa umat Islam yang telah dianugerahi Tuhan sebuah hukum yang sempurna
melalui Kitabullah dan sunaturasul mengalami kemunduran yang
serius di berbagai aspek kehidupan termasuk penegakan hukum. Pandangan
orientalis masih parsial karena tidak melihat sisten hukum secara integral
termasuk legal structure dan legal
culture yang ada pada umat Islam
secara keseluruhan. Law in book dan
law in action masih sebuah jarak
antara masrik dan magrib (Timur dan Barat) khususnya untuk
membumikan sistem hukum Islam, minimal untuk pemeluknya sendiri.
Kita menyadari bahwa pembangunan
moral masyarakat (moral society) tidak tegantung pada pilar hukum semata, tapi
implementasi hukum Islam minimal bagi pemeluk agama Islam harus menjadikan
sebuah kewajiban atau minimal diagendakan. Bagaimana mungkin orang di luar
Islam akan berhukum pada Islam, sedangkan umat Islam sendiri tidak ada komitmen
yang sama terhadap pemberlakuan hukum syari’ah itu sendiri.
Sebagai contoh, penyikapan terhadap
bunga bank masih bervariasi bahkan lebih memprihatinkan lagi masih berkutat
pada pada perbedaan klasik yang bersifat khilafiyah. Sementara itu, apabila
kita melihat perkembangan sistem hukum barat, mereka berangkat dari konsepteori
hukum kodrat yang tidak standardized dan impractical menuju pada era positivism
yang sekarang mendominasi lanskap sistem hukum dunia.
C. Contoh Sistem Hukum Islam di
Indonesia (Aceh)
1. Pengertian Qanun Jinayah
Qânûn merupakan bentuk hukum
nasional yang telah menjadi legal-formal. Artinya hukum yang telah memiliki
dasar dan teori yang matang dengan melalui dua proses, yaitu proses
pembudidayaan hukum dan diformalkan oleh lembaga legislatif. Dengan kata lain,
qânûn merupakan hukum positif yang berlaku pada satu negara yang dibuat oleh
pemerintah, sifatnya mengikat, dan ada sanksi bagi yang melanggarnya. Qânûn
dalam arti hukum tertulis yang telah diundangkan oleh negara bertujuan untuk:
a.
Mendatangkan kemakmuran;
b. Mengatur
pergaulan hidup manusia secara damai;
c.
Mencapai dan menegakkan keadilan.
d. Menjaga
kepentingan tiap-tiap manusia supaya tidak terganggu.
Qanun
jinayah terdiri dari dua kata, yaitu qanun dan jinayah, kata qanun berasal dari
bahasa Arab yaitu qanna, yang bermakna membuat hukum dan kemudian qanun dapat
diartikan sebagai hukum, peraturan atau Undang-undang. Sedangkan menurut kamus
bahasa Arab-Indonesia, kata (qanun) berasal dari kata (qanna) yang berarti
kaidah, Undang-undang atau aturan. Adapun jinayah secara etimologis berarti
perbuatan terlarang. Menurut Ahmad wardi jinayah secara bahasa adalah: اسم لما يجنه
المرء من شر وما اكتسبه “Nama bagi perbuatan seseorang yang buruk dan apa yang
diusahakan”. Sedangkan pengertian jinayah menurut istilah fuqaha, sebagaimana
dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah adalah: فالجناية اسم لفعل محرم شرعا، سواء وقع
الفعل على نفس أو مال أو غير ذالك “Jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan
yang dilarang oleh syara’ baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta dan
lainnya”. Menurut Sayid Sabiq pengertian jinayah adalah: “yang dimaksud jinayah
dalam istilah syara’ adalah setiap perbuatan yang dilarang dan perbuatan
dilarang itu adalah setiap perbuatan yang oleh syara’ dilarang untuk
melakukannya, karena adanya bahaya terhadap agama, jiwa, akal, kehormatan dan
harta benda. Menurut Amir Syarifddin pengertian Jinayah atau lengkapnya adalah
fiqh jinayah merupakan satu bagian dari pembahasan fiqh. Kalau fiqh adalah
ketentuan yang bersifat wahyu Allah dan amaliyah yang mengatur kehidupan
manusia dalam hubungannya dengan Allah dan sesama manusia, maka fiqh jinayah
adalah secara khusus mengatur tentang pencegahan tidak kejahatan yang dilakukan
oleh manusia dan sanksi hukuman yang dikenakan dengan kejahatan itu adalah
mendatangkan kemaslahahtan untuk manusia, baik mewujudkan keuntungan dan
mamfaat bagi manusia, maupun menghindari kerusakan dan kemudharatan dari
manusia. Segala bentuk tindakan perusakan terhadap orang lain atau mahluk lain
dilarang oleh agama dan tindakan tersebut dinamakan tindak kejahatan atau
jinayah. Semua bentuk tindakan yang dilarang oleh Allah dan diancam pelakunya
dengan hukuman tertentu itu secara khusus disebut jinayah. Menurut Sudarsono
istilah fiqh jinayah adalah pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang terhadap
hak Allah atau larangan Allah, hak-hak manusia dan hak binatang dimana orang
yang melakukan wajib mendapat hukuman yang sesuai baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam rumusan lain disebutkan bahwa jinayah itu perbuatan dosa besar atau
kejahatan (kriminal/pidana) seperti membunuh, melukai seseorang, berzina dan
menuduh orang baik berzina.
Qanun Syari’at Islam yang secara
tegas mengatur tentang beberapa pelanggaran jinayah (pidana) seperti:
1. Qanun
Nomor 11 Tahun 2002 tentang Ibadah,
Aqidah dan Syi’ar Islam.
2.
Qanun Nomor 12 Tahun 2003 tentang tentang Minuman
Khamar dan Sejenisnya.
3.
Qanun Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Maisir (Perjudian).
4.
dan Qanun Nomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat (Mesum).
Sistem Hukum penegakan qanun jinayah
atau jinayah law envorcement sebenarnya bukan satu-satunya
cara atau alat penaatan (compliance tool).
Penaatan dapat ditempuh melalui cara-cara lain seperti instrumen ekonomi,
public pressure (tekanan publik) yang efektif, dan pendekatan melalui negosiasi
dan mediasi. Hanya saja, instrumen ini sepertinya belum dilaksanakan pihak
penegak hukum.
Sejak dinyatakan sebagai
wilayah syari’at, penegakan qanun jinayah di Aceh mengalami
fluktuasi dan dinamika yang sangat beragam. Pro
dan kontra penegakannya tidak dapat dihindari sehingga pada
akhirnya memunculkan kelompok-kelompok pendukung,
tidak mendukung dan kelompok tidak
perduli dengan syari’at Islam di
kalangan masyarakat Aceh.
2. Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh
Penerapan syariat islam secara
kaffah di Aceh”. Bisa di artikan usaha untuk memberlakukan islam sebagai dasar
hukum dalam tiap tindak-tanduk umat muslim secara sempurna.
Istilah
kaffah digunakan karena Negara akan melibatkan diri dalam pelaksanaan syariat
islam di Aceh. Membuat hukum positif yang sejalan dengan syariat, merumuskan
kurikulum yang islami, dan masalah-maslah lain yang berkaitan dengan syariat.
Dasar
hukum pelaksanaan syariat islam di Aceh adalah diundangkan UU no 44 tahun 1999
dan UU no 18 tahun 2001. Dalam undang-undang nomor 44 syariat islam
didefinisikan sebagai semua aspek ajaran islam. Dalam undang-undang nomor 18
disebutkan bahwa mahkamah syar’iyah akan melaksanakan syariat islam yang di
tuangkan ke dalam qanun terlebih dahulu. Qanun adalah peraturan yang dibuat
oleh pemerintah daerah Aceh untuk melaksanakan syariat islam bagi pemeluknya di
Aceh ( al yasa abu bakar, 2004:61).
Pelaksanaan
syariat islam secara kaffah mempunyai beberapa tujuan , di antaranya yaitu:
1. Alasan
agama: pelaksanaan syariat islam merupakan perintah agama untuk dapat menjadi
muslim yang lebih baik,sempurna, lebih dekat dengan ALLAH.
2. Alasan
psikologis: masyarakat akan merasa aman dan tenteram karena apa yang mereka
jalani dalam pendidikan, dalam kehidupan sehari-hari sesuai dan sejalan dengan
kesadaran dan kata hati mereka sendiri.
3. Alasan
hukum: masyarakat akan hidup dalam tata aturan yang lebih sesuai dengasn
kesadaran hukum, rasa keadilan dan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di
tengah masyarakat.
4. Alasan
ekonomi dan kesejahteraan sosial: bahwa nilai tambah pada kegiatan ekonomi,
serta kesetiakawanan sosial dalam bentuk tolong menolong, baik untuk kegiatan
ekonomi atau kegiatan sosial akan lebih mudah terbentuk dan lebih solid.
Adapun
lembaga-lembaga yang terkait dengan penerapan syariat islam adalah;
a. Dinas syariat islam.
Dinas
syariat islam provinsi diresmikan pada tanggal 25 feb 2002. Lembaga inilah yang
mengatur jalannya pelaksanaan syariat islam. Tugas utamanya adalah menjadi
perencana dan penanggung jawab pelaksanaan syariat islam di NAD.
b. Majelis permusyawaratan ulama (MPU)
Lembaga
ini merupakan suatu lembaga independen sebagai suatu wadah bagi ulama-ulama
untuk berinteraksi, berdiskusi, melahirkan ide-ide baru di bidang syariat.
Kaitannya dalam pelaksanaan syariat islam adalah lembaga ini bertugas
memberikan masukan pertimbangan, bimbingan dan nasehat serta saran dalam
menentukan kebijakan daerah dari aspek syariat islam, baik kepada pemerintahan
daerah maupun kepada masyarakat.
c. Wilayatul hisbah (WH)
Wilayatul
hisbah merupakan lembaga yang berwenag member tahu dan mengingatkan anggota
–anggota masyarakat tentang aturan-aturan yang ada yang harus di ikuti, cara
menggunakan dan menaati hukum tersebut, serta perbuatan yang harus di hindari
karena bertentangan dengan peraturan. Tugas yang harus di jalankan wilayatul
hisbah antara lain:
1. Memperkenalkan dan mensosialisasi qanun dan peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan syariat islam dan juga mengingatkan atau memperkuatkan aturan akhlak dan moral yang baik.
1. Memperkenalkan dan mensosialisasi qanun dan peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan syariat islam dan juga mengingatkan atau memperkuatkan aturan akhlak dan moral yang baik.
2. Mengawasi
masyarakat agar mereka memahami peraturan yang ada dan berakhlak dengan akhlak
yang luhur yang dituntun islam.
3. Melakukan
pembinaan agar para pelaku perbuatan pidana tidak melakukan perbuatan maksiat
(kejahatan) lanjut.
Wilayatul
hisbah diangkat secara khusus oleh gubernur pada tingkat provinsi, tingkat
kabupaten atau kota oleh bupati atau walikota sedangkat tingkat gampong di
angkat oleh petugas tuha peut (tetua gampong) setempat. Jika dijabarkan tahapan
tugas wilayatul hisbah dan kaitannya dengan penegak hukum syariah lain adalah:
a. Tahap
sosialisasi akan berhubungan dengan pimpinan gampong.
b. Tahap
penyidikan bertugas sebagai PPNS (petugas penyidik negeri sipil) dan akan
berhubungan dengan polisi.
c. Tahap
penjatuhan hukuman bertugas sebagai petugas pencambuk dan akan berhubungan
dengan kejaksaan.
d. Mahkamah syariah.
Mahkamah
syariah merupakan pengganti pengadialan agama yang sudah di hapuskan. Mahkamah
ini akan mengurus perkara muamalah (perdata), jinayah (pidana) yang sudah ada
qanunnya. Pendek kata lembaga ini adalah pengadilan yang akan mengadili pelaku
pelanggaran syariat islam.
Tingkat
kabupaten dibentuk mahkamah syariah dan tingkat provinsi mahkamah syariah
provinsi yang diesmikan pada tahun 2003.
e. Beberapa qanun yang telah disahkan
Sampai
tahun 2005 sudah ada beberapa qanun yang disusun dan disahkan bahkan sudah ada
pelaku pelanggar syariat yang ditindak dengan hukum ini, diantaranya :
1. Qanun nomor 11 tahun 2002 tentang
pelaksanaan syariat islam bidang aqidah. Ibadah dan syariat islam.
2. Qanun nomor 12 tahun 2003 tentang
larangan khamar (minuman keras), pelaku yang mengkonsumsi khamar akan dijatuhi
hukuman cambuk 40 kali. Hakim tidak di beri izin untuk memilih (besar kecil
atau tinggi rendah) hukuman. Bagi yang memproduksi khamar dijatuhi hukuman
ta’zir berupa kurungan paling lama satu tahun, paling sedikit 3 bulan dan denda
paling banyak Rp. 75.000.000 (tujuh puluh lima juta) dan paling sedikit Rp.
25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah).
3. Qanun nomor 13 tahun 2003 tentang
larangan maysir (perjudian). Pelaku yang melakukan Maysirakan dikenakan hukuman
cambuk paling banyak 60 kali atau denda paling banyak 1200 (seribu dua ratus)
gram emas atau penjara paling lama 60 (enam puluh) bulan.
4. Qanun nomor 14 tahun 2003 tentang
larangan khalwat (perbuatan mesum). Dimana pelaku dikenakan hukuman kurungan
paling lama 6 (enam) bulan dan paling singkat 2 (dua) bulan dan denda paling
banyak Rp.15.000.000,- (lima belas juta rupiah) dan paling sedikit
Rp.5000.000,- (lima juta rupiah)
5. Qanun nomor 7 tahun 2004 tentang
pengelolaan zakat.
f. Hukuman cambuk
Hukuman
cambuk merupakan salah satu hukum yang berlaku dalam syariat islam NAD.
Ketentuan dlam hukum cambuk antara lain:
a. Terhukum dalam kondisi sehat.
b. Pencambuk adalah wilayatul hisbah
yang di tunjuk jaksa penuntut umum.
c. Cambuk yang digunakan adalah rotan dengan
diameter 0.75 s/d 1.00 cm.
d. Jarak pencambuk dengan terhukum
kira-kira 70 cm.
e. Jarak pencambuk dengan orang yang
menyaksikan paling dekat 10 meter.
f. Pencambukan di hentikan jika
menyebabkan luka, di minta dokter atas pertimbangan medis, atau terhukum melarikan
diri.
g. Pencambukan akan dilanjutkan setelah
terhukum dinyatakan sehat atau setelah terhukum menyerahkan diri atau
tertangkap.
BAB
III
Penutup
A.
Kesimpulan
1. Ada
beberapa karakter dasar dalam Islam yaitu:
a.
Sederhana, diterima akal sehat dan praktis
b.
Kesatuan antara materi dan spiritual
c.
Suatu jalan hidup yang lengkap (a complete way of life)
d.
Keseimbangan antara individu dan masyarakat
e.
Universalitas dan humanism
f.Permanen dan berubah
g.
Ajaran-ajaran yang terekam dengan lengkap
tersedia.
2. Menurut
beberapa pemerhati Islam di wilayah barat dapat disimpulkan bahwa Islam itu
merupakan suatu kebutuhan yang sangat diperlukan dan lebih cocok untuk dunia
secara keseluruhan.
3. Qanun
jinayah adalah aturan perundang-undangan yang mengatur segala bentuk tindakan
kejahatan (kriminal/pidana) terhadap orang lain, yang ditetapkan oleh syara’
dan sangat dilarang untuk melakukannya. Ada beberapa qanun yang telah disahkan
di Aceh diantaranya yaitu:
a.
Qanun
nomor 11 tahun 2002 tentang pelaksanaan syariat islam bidang aqidah. Ibadah dan
syariat islam.
b.
Qanun
nomor 12 tahun 2003 tentang larangan khamar (minuman keras).
c.
Qanun
nomor 13 tahun 2003 tentang larangan maysir (perjudian).
d.
Qanun
nomor 14 tahun 2003 tentang larangan khalwat (perbuatan mesum).
e.
Qanun
nomor 7 tahun 2004 tentang pengelolaan zakat.
B.
Saran
1. Sebagai seorang muslim dan muslimah
seharusnya bisa mematuhi semua aturan-aturan hokum yang terkandung didalam
Al-qur’an, Hadist dan sumber-sumber hokum islam lainnya.
2. Jika bebarapa tokoh barat saja mampu
mengatakan bahwa islam itu merupakan aturan hokum yang lebih cocok untuk dunia,
maka seharusnya kita sebagai muslim mampu menelaah setiap makn-makna yang
terkandung dalam Al-qur’an maupun sumber hokum islam lainnya.
3. Pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh
seharusnya dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh aparat dan diperlukan
dukungan masyarakat dalam pelaksanaannya.
Daftar
Pustaka
A.
Buku
Suherman,
Ade Maman,Pengantar Perbandingan Sistem Hukum. Raja Grafindo Persada, Jakarta:
2008
B.
Perundang-Undangan
Qanun nomor 12 tahun 2003 tentang
larangan khamar (minuman keras).
Qanun nomor 13 tahun 2003 tentang
larangan maysir (perjudian).
Qanun nomor 14 tahun 2003 tentang
larangan khalwat (perbuatan mesum).
C.
Web
http://pelaksanaan-syariat-islam-di-aceh.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar