Kata Pengantar
Alhamdulillah hirobbil’alamin, puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan pada waktu yang telah ditentukan. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, yang membimbing umatnya dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah yakni ajaran agama Islam.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Hukum Islam”. Penyusun berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca tentang konsep yang ada didalamnya.
Akhirnya penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca, sehingga makalah ini bisa mencapai kesempurnaan.
Langsa, Mei 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................................... 1
Daftar Isi.................................................................................................................. 2
BAB I Pendahuluan............................................................................................ 3
A.Latar Belakang......................................................................................... 3
B.Rumusan Masalah................................................................................... 3
BAB II Pembahasan............................................................................................ 4
A.Pengertian Fiqh Sosial............................................................................ 4
B.Hubungan Sesama Tetangga Dalam Islam.......................................... 6
1. Pengertian Tetangga.......................................................................... 6
2. Hak-Hak Tetangga.............................................................................. 7
3. Martabat-Martabat Tetangga............................................................. 10
4. Adab Bertetangga............................................................................... 10
BAB III Kesimpulan............................................................................................. 13
Daftar Pustaka....................................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Syari’at Islam merupakan pengejawantahan dan manifestasi dari aqidah Islamiyah. Aqidah mengajarkan keyakinan akan adanya jaminan hidup dan kehidupan, termasuk kesejahteraan bagi setiap manusia. Jaminan itu pada umumnya mengatur secara terinci cara berikhtiar mengelolanya. Pada prinsipnya tujuan syari’at Islam yang dijabarkan secara terinci oleh para ulama’ dalam ajaran fiqh (fiqh sosial), ialah penataan hal ihwal manusia dalam kehidupan duniawi dan ukhrawi, kehidupan individual, bermasyarakat dan bernegara.
Fiqih Sosial merupakan tema yang menarik untuk dikaji dan diteliti. Sudah banyak sekali buku dan penelitian yang diterbitkan untuk mengulas pembaruan fiqih yang muncul tahun 1994 di Indonesia ini. Meski demikian, sayang sekali di dunia Arab Islam, istilah al-Fiqhu al-Ijtima>‘iy, sebagai terjemah atas Fiqih Sosial, tak dikenal di masyarakat Timur Tengah. TimTeng lebih mengenal konsep yang merupakan dasar dari Fiqih Sosial di Indonesia, yaitu konsep Maqa>shid al-Syari>‘ah dan konsep Fardlu ‘Ain-Fardlu Kifa>yah.
B.Rumusan Masalah
1) Apa itu fiqh sosial?
2) Bagaimanakah hubungan sesama tetangga dalam islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Fiqh Sosial
Menurut Bahasa Fiqh Berarti faham atau tahu. Menurut istilah, fiqh berarti ilmu yang menerangkan tentang hukum-hukum syara’ yang berkenaan dengan amal perbuatan manusia yang diperoleh dari dalil-dali tafsil (jelas).Orang yang mendalami fiqh disebut dengan faqih. Jama’nya adalah fuqaha, yakni orang-orang yang mendalami fiqh.
Dalam kitab Durr al-Mukhtar disebutkan bahwa fiqh mempunyai dua makna, yakni menurut ahli usul dan ahli fiqh. Masing-masing memiliki pengertian dan dasar sendiri-sendiri dalam memaknai fiqh.
Menurut ahli usul, Fiqh adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum shara’ yang bersifat far’iyah (cabang), yang dihasilkan dari dalil-dalil yang tafsil (khusus, terinci dan jelas). Tegasnya, para ahli usul mengartikan fiqh adalah mengetahui fiqh adalah mengetahui hukum dan dalilnya.
Menurut para ahli fiqh (fuqaha), fiqh adalah mengetahui hukum-hukum shara’ yang menjadi sifat bagi perbuatan para hamba (mukallaf), yaitu: wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.
Lebih lanjut, Hasan Ahmad khatib mengatakan bahwa yang dimaksud dengan fiqh Islam ialah sekumpulan hukum shara’ yang sudah dibukukan dari berbagai madzhab yang empat atau madzhab lainnya dan dinukilkan dari fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in, baik dari fuqaha yang tujuh di madinah maupun fuqaha makkah, fuqaha sham, fuqaha mesir, fuqaha Iraq, fuqaha basrah dan lain-lain.
Dilihat dari segi ilmu pengetahuan yangg berkembang dalam kalangan ulama Islam, fiqh itu ialah ilmu pengetahuan yang membiacarakan/membahas/memuat hukum-hukum Islam yang bersumber bersumber pada Al-Qur’an, Sunnah dalil-dalil Syar’i yang lain; setelah diformulasikan oleh para ulama dengan mempergunakan kaidah-kaidah Ushul Fiqh. Dengan demikian berarti bahwa fiqh itu merupakan formulasi dari Al-Qur’an dan Sunnah yang berbentuk hukum amaliyah yang akan diamalkan oleh ummatnya. Hukum itu berberntuk amaliyah yang akan diamalkan oleh setiap mukallaf (Mukallaf artinya orang yang sudah dibebani/diberi tanggungjawab melaksanakan ajaran syari’at Islam dengan tanda-tanda seperti baligh, berakal, sadar, sudah masuk Islam).
Hukum yang diatur dalam fiqh Islam itu terdiri dari hukum wajib, sunat, mubah, makruh dan haram; disamping itu ada pula dalam bentuk yang lain seperti sah, batal, benar, salah, berpahala, berdosa dan sebagainya.
Disamping hukum itu ditunjukan pula alat dan cara (melaksanakan suatu perbuatan dalam dalam menempuh garis lintas hidup yang tak dapat dipastikan oleh manusia liku dan panjangnya. Sebagai mahluk sosial dan budaya manusia hidup memerlukan hubungan, baik hubungan dengan dririnya sendiri ataupun dengan sesuatu di luar dirinya. Ilmu fiqh membicarakan hubungan itu yang meliputi kedudukannya, hukumnya, caranya, alatnya dan sebagainya. Hubungan-hubungan itu ialah:
a.
|
Hubungan manusia dengan Allah, Tuhannya dan para Rasulullah;
|
b.
|
Hubungan manusia dengan dirinya sendiri;
|
c.
|
Hubungan manusia dengan keluarga dan tetangganya;
|
d.
|
Hubungan manusia dengan orang lain yang seagama dengan dia;
|
e.
|
Hubungan manusia dengan orang lain vang tidak seagama dengan dia;
|
f.
|
Hubungan manusia dengan makhluk hidup yang lain seperti binatang dan lainnya;
|
g.
|
Hubungan manusia dengan benda mati dan alam semesta;
|
h.
|
Hubungan manusia dengan masyarakat dan lingkungannya;
|
i.
|
Hubungan manusia dengan akal fikiran dan ilmu pengetahuan; dan
|
j.
|
Hubungan manusia dengan alam gaib seperti syetan, iblis, surga, neraka, alam barzakh, yaumil hisab dan sebagainya.
|
Hubungan-hubungan ini dibicarakan dalam fiqh melalui topik-topik bab permasalahan yang mencakup hampir seluruh kegiatan hidup perseorangan, dan masyarakat, baik masyarakat kecil seperti sepasang suami-isteri (keluarga), maupun masyarakat besar seperti negara dan hubungan internasional, sesuai dengan macam-macam hubungan tadi. Meskipun ada perbedaan pendapat para ulama dalam menyusun urutan pembahasaan dalam membicarakan topik-topik tersebut, namun mereka tidak berbeda dalam menjadikan Al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad sebagai sumber hukum.Walaupun dalam pengelompokkan materi pembicaraan mereka berbeda, namun mereka sama-sama mengambil dari sumber yang sama.
B.Hubungan sesama tetangga dalam islam
1. Pengertian tetangga
Istilah tetangga mempunyai pengertian yang luas, mencakup tetangga yang dekat maupun jauh. Tetangga merupakan orang-orang yang terdekat yang umumnya merekalah orang pertama yang mengetahui jika kita ditimpa musibah dan paling dekat untuk dimintai pertolongan di kala kita kesulitan. Oleh karena itu, hubungan dengan tetangga harus senantiasa diperbaiki. Saling kunjung mengunjungi antara tetangga merupakan perbuatan terpuji, karena hal itu akan melahirkan kasih sayang antara satu dengan yang lainnya.
Berbuat baik kepada tetangga dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan memberikan pertolongan, memberikan pinjaman jika ia membuthkan, menengok jika ia sakit, melayat jika ada yang meninggal, dan lain-lain. Selain itu, sebagai tetangga kita juga harus senantiasa melindungi mereka dari gangguan dan bahaya, memberinya rasa tenang. Dalam hadis sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Nabi saw. menggambarkan pentingnya memuliakan tetangga sebagai berikut:
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَخْبَرَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَمْرَةَ سَعِيدٍ قَالَ عtَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ.
Artinya:
Isma’il bin Abi Uways telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Malik telah menceritakan kepadaku, dari Yahya bin Sa’id, ia berkata Abu Bakr bin Muhammad telah mengabarkan kepadaku dari ‘Amrah, dari ‘A’isyah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda: “Malaikat Jibril senantiasa berwasiat kepadaku (untuk memuliakan) tetangga sehingga aku menyangka bahwa Jibril akan memberi keada tetangga hak waris”.
2. Hak-Hak Tetangga
Memenuhi hak tetangga adalah : berlaku baik kepadanya dan tidak mengganggunya. Jar (tetangga) meliputi orang-orang yang tinggalnya berdekatan dengan rumah kita, baik muslim, ‘abid, fasik, teman, seteru, atau anak negeri, perantau, baik kerabat ataupun bukan.
Rasulullah saw. Bersabda:
حق اجار ان مرض عدته , وان مات شيعته وان استقرضك اقرضته , وان اعوز سترته وان اصابه خير هناته وان اصابته مصيبة عزيته , ولا ترفع بناءك فوق بناءه فتسد عليه الريح ولا تؤذه بريح قدرك الاان تغرف له منها.
Artinya:
“Hak tetangga ialah : jika ia sakit engkau menjenguknya jika meminjam maka engkau meminjaminya, jika ia telanjang engkau menutupinya, jika ia mendapat kebajikan engkau menyenanginnya, jika ia mendapat musibah engkau mengunjunginya, janganlah bangunan rumahmu lebih tinggi dari bangunan rumahnya sehingga angin terhalang masuk kerumahnya dan janganlah engkau menyakitinya dengan bau makanan yang ada di periukmu kecuali engkau mau mengambilnya untuknya”.
Berkata Ibnu Abi Jamrah: “Pengertian hadis ini meliputi himbauan kebajikan, nasihat kebaikan, ajakan mengikuti hidayah, meninggalkan perbuatan yang dapat menimbulkan bencana dengan per
Tetangga mempunyai hak terhadap tetangga, yang harus diperhatikan. Rasulullah saw. Telah memerintahkan agar menyambung hubungan dengan tetangga dan menyebutkan bahwa Jibril senantiasa berwasiat kepada beliau tetagga, sampai-sampai beliau mengira bahwa Jibril akan menjadikan tetangga sebagai ahli waris, karena besarnya hak tetangga dan keharusan karena berbuat baik kepadanya.
Rasulullah saw bersabda:م
حديث ابن عمر رضي الله عنهما قال:قال رسول الله صلي الله عليه وسلم:ما زال جبريل يوصيني با الجار حتي ظننت انه سيورثه. (اخرجه البخاري في: (78) كتاب الادب, (28)
Artinya:
Diriwayatkan dari ibnu ‘umar, ia berkata: rasulullah saw bersabda, ‘jibril selalu mewasiatkan kepadaku tentang tetangga sampai aku mengira ia akan menjadikannya ahli waris’.” (disebutkan oleh Al-Bukhri pada kitab ke 78 kitab adab, bab ke 28,bab wasiat tentang tetangga).
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata di dalam Fathu Bari’, “Syaikh Abu Muhammad bin Abu Jamrah Mengatakan, ‘Bahwa menjaga tetangga termasuk kesempurnaan iman, dan orang-orang jahiliyah sangat menjaga hal tersebut. Menjalankan perintah tersebut adalah dengan melakukan berbagai macam kebaikan kepada tetangga sesuai dengan kemampuan. Sepertu memberi hadiah, mengucapkan salam, tersenyum ketika berjmpa, memeriksa keadaannya, membantu apa yang dibutuhkannya, dan lain sebagainya, termsuk menahan diri dari menyakitinya dengan berbagai macam bentuknya, baik secara fisik maupun psikis. Rasulullah telah menafikan iman seseorang yang tidak menjaga tetangganya dari sikap buruknya. Itu sebenarnya merupakan perumpamaan bahwa betapa besar hak tetangga, dan menyakitinya termasuk dosa besar.’.”
Dia juga berkata. “Ada perbedaan antara tetangga yang shaleh dan yang tidak shaleh, namun yang meliputi ke duanya adalah adnya I’tikad baik kepada mereka, menasihati dalam kebaikan, mendoakan kebaikan agar mendapat hidayah, dan tidak menyakitinya kecuali pada situasi tertentu yang menuntut untuk bersikap keras baik dengan ucapan ataupun perbuatan.
Adapun sikap yang dikhususkan terhadap tetangga yang saleh adalah meliputi semua yang disebutkan di atas.
Sedangkan sikap yang dikhususkan kepada tetangga yang tidak saleh adalah mencegahnya untuk tidak melakukan lagi kesalahan dengan cara yang baik sesuai denga tingkatan yang terdapat dalam amar ma’ruf nahy mungkar; menasihati orang kafir dengan memperlihatkan keindahan kebaikan islam kepadanya, menjelaskan kebaikannya, dan mendorongnya untuk memeluk islam dengan cara lemah lembut; mensihati orang fasik dengan cara yang lemah lembut juga sesuai dengan perbuatan fasik yang dilakukannya, sambil menutupi kesalahannya dari orang lain,juga melarangnya mengulangi kesalahnnya dengan cara yang baik. Namun jika usaha itu tidak berhasil jauhilah dengan maksud mendidiknya dengan memberitahukan kepadanya sebab-sebab mengapa mengambil sikap menjauhi, yaitu untuk mencegahnya berbuat kesalahan lagi.
saling memperhatikan hak tetangga, sebagian harus menghindari kejahatan terhadap yang lain baik perkataan maupun perbuatan.
Diantara hak tetangga dan memperhatikan hak-hak tetangga ialah manfaat yang diberikan sebagian yang lain, selagi tidak mendapatkan mudharat kepadanya. Contohnya ialah ketika tetangga hendak meletakkan kayu di dinding tetangga lain. Jika tetangga yang memiliki dimding itu tidak membutuhkannya, maka hendaklah ia member izin kepadanya, sebagai sikap menghormati hak tetangga.
Rasulullah menjelaskan di dalam sabdanya:
عن ابي هريرة ان رسول الله صلي الله عليه وسلم قال : لا يمنع احدكم جاره ان يغرز خشة في خداره قال ثم يقول ابو هريرة ما لي اراكم عنها معرضين والله لارمين بها بين اكتافيكم
Artinya:
“ Dari Abu Hurairah radiyallahu anhu, bahwa rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ‘janganlah sekali-kali seorang tetangga mencegah tetangganya untuk menancapkan sebatang kayu di dindingnya’ . Kemudian Abu Hurairah berkata, ‘Tapi mengapa justru aku melihat kalian berpaling dari sunnah beliau ini? Demi allah, aku benar-benar akan mewajibkannya diantara bahu kalian’.”(H.R. Bukhari-Muslim)
Jika pemilik kayu membutuhkan hal itu, sementara pemilik dinding tidak mendapatkan dampak atau kerugian karena kayu yang di pasang di dindingnya, maka hendaknya pemilik dinding mengizinkan pemanfaatan kayu itu oleh tetangganya, karena toh dia tidak mengalami kerugian apapun, sementara tetangga membutuhkannya. Bahkan hakim dapat memaksa pemilik dinding untuk mengizinkannya jika dia tidak memberi izin.
Jika di sana ada mudharat atau tidak ada kebutuhan terhadap kayu itu, maka sesungguhnya mudhrat tidak dapat dihilangkan dengan mudharat lain.
Hukum dasar dalam hak orang Muslim adalah pencegahan. Karena itulah ketika Abu Hurairah Radiallahu Anhu mengetahui maksud Rasulullah saw. Dari as-sunnah ini, maka dia mengingkari orang-orang dari as-sunnah dan yang tidak mau mengamalkannya. Dia mengancam hendak mewajibkan mereka melaksanakannya, karena tetangga memiliki hak yang harus diperhatikan dan dilaksanakan seperti yang diwajibkan Allah.
Inilah diantara hak tatangga yang dianjurkan Rasulullah agar berbuat baik kepada tetangga, sehingga kita bias mengetahui betapa besar hak tetangga dan keharusan memperhatikannya. Karena itulah dibuat qiyas dengan meletakkan dan lain-lainnya dan berbagai manfaat yang biasanya dibutuhkan tetangga, sementara itu tidak menimbulkan mudharat bagimu. Hal ini harus diizinkan dan tidak boleh dilarang
3. Martabat-Martabat Tetangga
Jar ataupun tetangga mempunyai beberapa martabat, ada yang rendah dan ada yang tinggi, ada jar yang hanya mempunyai hak tetangga saja, seperti tetangga yang musyrik. Ada jar yang mempunyai dua hak, hak tetangga dan hak keislaman. Ada pula jar yang mempunyai tiga hak, yaitu hak tetangga, hak keislaman dan hak kekerabatan.
Abdullah bin Umar, apabila disembelihkan untuknya seekor kambing, beliau menyuruh supaya diberikan sedikit daging itu kepada tetangga yahudinya.
Sabda Nabi saw.:
لا تحقرن جارة جارة ولو فرسن شاة. (رواه ابخاري)
Artinya:
“Jangaaanlah seorang tetangga memandang rendah pemberian untuk tetangganya, walaupun sebesar telapak kambing”. (H.R. Bukhari).
4. Adab Bertetangga
1. Tidak menyakitinya dengan ucapan atau perbuatan, karena sabda-sabda Rasulullah Saw berikut: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan menyakiti tetangganya.” (Mutafaq Alaih). Kemudian sabda Rasulullah Saw: “Demi Allah, tidak beriman. Ditanyakan kepada Rasulullah Saw, Siapakah orang yang tidak beriman, wahai Rasulullah? Beliau bersabda, yaitu orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (Mutafaq Alaih).
Sabda Rasulullah Saw: “Wanita tersebut masuk neraka”. Sabda di atas ditujukan Rasulullah Saw kepada wanita yang konon berpuasa di siang hari dan qiyamul lail di malam hari, namun menyakiti tetangganya.
2. Berbuat baik kepadanya dengan menolongnya jika ia meminta pertolongan, membantunya jika ia meminta bantuan, menjenguknya jika ia sakit, mengucapkan selamat kepadanya jika ia bahagia, menghiburnya jika ia mendapat musibah, membantunya jika ia membutuhkan dan kebaikan-kebaikan lainnya.
Ini semua perbuatan baik yang diperintahkan dalam firman Allah Ta’ala, tetangga dekat dan tetangga yang jauh. (An Nisa:36). Rasulullah saw bersabda: “Barangsipa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia berbuat baik kepada tetangganya.” (Diriwayatkan Al-Bukhari)
3. Bersikap dermawan dengan memberikan kebaikan kepadanya, karena sabda-sabda Rasulullah Saw berikut: “Hai wanita-wanita Muslimah, janganlah seorang tetangga meremehkan tetangganya yang lain, kendati hanya dengan ujung kuku kambing.” (Diriwayatkan Al Bukhari). Sabda Rasulullah Saw kepada Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu: “Hai Abu Dzar, jika engkau memasak kuah maka perbanyaklah airnya, kemudia berikan kepada tetanggamu.” (Diriwayatkan Al Bukhari).
Aisyah ra.a bertanya kepada Rasulullah Saw, "Aku mempunyai dua tetangga, maka yang mana yang berhak akau beri hadiah? Rasulullah Saw bersabda: “Kepada orang yang pintu rumahnya lebih dekat kepadamu.” (Mutafaq Alaih)
4. Menghormati dan menghargainya dengan tidak melarangnya meletakkan kayu di temboknya, tidak menjual atau menyewakan apa saja yang menyatu dengan temboknya, dan tidak mendekat ke temboknya hingga ia bermusyawarah dengannya berdasarkan sabda-sabda Rasulullah berikut: “Salah seorang dari kalian jangan sekali-kali melarang tetangganya meletakkan kayu di dinding rumahnya.” (Mutafaq Alaih). Kemudian sabda beliau : “Barangsiapa mempunyai kebun bersama tetangga, atau mitra, maka ia tidak boleh menjualnya, hingga ia bermusyawarah dengannya.” (Mutafaq Alaih)
Itulah beberapa adab bertetangga yang diajarkan Islam. Sungguh sangat berbeda dengan ajaran peradaban modern yang tegak di atas materi, sehingga tidak mengajak kepada makna yang mulia, dan tidak menyukai akhlak yang utama. Bahkan menjadikan sebagian manusia hanya sekedar alat yang berputar pada poros kehidupan yang tuli tanpa mengenal perasaan. Dan menjadikan peran yang digariskan baginya, kosong dari perasaan-perasaan yang mulia dan makna-makna kemanusiaan yang tinggi. Karena itu sungguh sangat beruntung orang yang masih memagang ajaran Islam, terkait dengan masalah ini, dengan baik meski hidup dalam sebuah masyarakat yang modern.
Pentingnya hubungan antara sesama, menjadikan kita lebih dekat lagi dengan apa yang ada disekitar kita baik Keluarga, Tetangga, maupun Orang lain. Karena tanpa bantuan orang lain manusia tidak akan mampu membentuk suatu kehidupan yang baik, dalam hal ini manusia saling membutuhkan antara satu sama lain. Dengan adanya pula pedoman atau panduan kehidupan yang dapat dijadikan suatu petunjuk untuk menjalani kehidupan ini dengan sebaik baiknya yaitu Petunjuk atau tuntunan hadis yang telah hadir ditengah-tengah umat manusia mulai pada zaman dahulu hingga sekarang hadis masih terus menjadi pedoman untuk kita ummat manusia pada umumnya. Sebagaimana yang sudah dibahasas dalam makalah ini tentang cakupan hadis atau penjelsan yang berkenaan tentang pentingnya hubungan antara sesama baik Kerabat,Tetangga, maupun orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.dakwatuna.com/2009/04/19/2313/adab-terhadap-tetangga/#axzz2TQOpBdBW