Sabtu, 01 Juni 2013

fiqh sosial bertetangga

Kata Pengantar

Alhamdulillah hirobbil’alamin, puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan pada waktu yang telah ditentukan. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, yang membimbing umatnya dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah yakni ajaran agama Islam.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Hukum Islam”. Penyusun berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca tentang konsep yang ada didalamnya.

Akhirnya  penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu  penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca, sehingga makalah ini bisa mencapai kesempurnaan.





Langsa, Mei 2013


Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................................        1
Daftar Isi..................................................................................................................        2
BAB  I  Pendahuluan............................................................................................        3
A.Latar Belakang.........................................................................................        3
B.Rumusan Masalah...................................................................................        3
BAB II  Pembahasan............................................................................................        4
A.Pengertian Fiqh Sosial............................................................................        4
B.Hubungan Sesama Tetangga Dalam Islam..........................................        6
    1. Pengertian Tetangga..........................................................................        6
    2. Hak-Hak Tetangga..............................................................................        7
    3. Martabat-Martabat Tetangga.............................................................        10
    4. Adab Bertetangga...............................................................................        10
BAB  III  Kesimpulan.............................................................................................        13
Daftar Pustaka.......................................................................................................        14







BAB I
 PENDAHULUAN
 A.Latar Belakang
Syari’at Islam merupakan pengejawantahan dan manifestasi dari aqidah Islamiyah. Aqidah mengajarkan keyakinan akan adanya jaminan hidup dan kehidupan, termasuk kesejahteraan bagi setiap manusia. Jaminan itu pada umumnya mengatur secara terinci cara berikhtiar mengelolanya. Pada prinsipnya tujuan syari’at Islam yang dijabarkan secara terinci oleh para ulama’ dalam ajaran fiqh (fiqh sosial), ialah penataan hal ihwal manusia dalam kehidupan duniawi dan ukhrawi, kehidupan individual, bermasyarakat dan bernegara.
Fiqih Sosial merupakan tema yang menarik untuk dikaji dan diteliti. Sudah banyak sekali buku dan penelitian yang diterbitkan untuk mengulas pembaruan fiqih yang muncul tahun 1994 di Indonesia ini. Meski demikian, sayang sekali di dunia Arab Islam, istilah al-Fiqhu al-Ijtima>‘iy, sebagai terjemah atas Fiqih Sosial, tak dikenal di masyarakat Timur Tengah. TimTeng lebih mengenal konsep yang merupakan dasar dari Fiqih Sosial di Indonesia, yaitu konsep Maqa>shid al-Syari>‘ah dan konsep Fardlu ‘Ain-Fardlu Kifa>yah.

B.Rumusan Masalah
1)     Apa itu fiqh sosial?
2)     Bagaimanakah hubungan sesama tetangga dalam islam?



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Fiqh Sosial
Menurut Bahasa Fiqh Berarti faham atau tahu. Menurut istilah, fiqh berarti ilmu yang menerangkan tentang hukum-hukum syara’ yang berkenaan dengan amal perbuatan manusia yang diperoleh dari dalil-dali tafsil (jelas).Orang yang mendalami fiqh disebut dengan faqih. Jama’nya adalah fuqaha, yakni orang-orang yang mendalami fiqh.
Dalam kitab Durr al-Mukhtar disebutkan bahwa fiqh mempunyai dua makna, yakni menurut ahli usul dan ahli fiqh. Masing-masing memiliki pengertian dan dasar sendiri-sendiri dalam memaknai fiqh.
Menurut ahli usul, Fiqh adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum shara’ yang bersifat far’iyah (cabang), yang dihasilkan dari dalil-dalil yang tafsil (khusus, terinci dan jelas). Tegasnya, para ahli usul mengartikan fiqh adalah mengetahui fiqh adalah mengetahui hukum dan dalilnya.
Menurut para ahli fiqh (fuqaha), fiqh adalah mengetahui hukum-hukum shara’ yang menjadi sifat bagi perbuatan para hamba (mukallaf), yaitu: wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.
Lebih lanjut, Hasan Ahmad khatib mengatakan bahwa yang dimaksud dengan fiqh Islam ialah sekumpulan hukum shara’ yang sudah dibukukan dari berbagai madzhab yang empat atau madzhab lainnya dan dinukilkan dari fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in, baik dari fuqaha yang tujuh di madinah maupun fuqaha makkah, fuqaha sham, fuqaha mesir, fuqaha Iraq, fuqaha basrah dan lain-lain.
Dilihat dari segi ilmu pengetahuan yangg berkembang dalam kalangan ulama Islam, fiqh itu ialah ilmu pengetahuan yang membiacarakan/membahas/memuat hukum-hukum Islam yang bersumber bersumber pada Al-Qur’an, Sunnah dalil-dalil Syar’i yang lain; setelah diformulasikan oleh para ulama dengan mempergunakan kaidah-kaidah Ushul Fiqh. Dengan demikian berarti bahwa fiqh itu merupakan formulasi dari Al-Qur’an dan Sunnah yang berbentuk hukum amaliyah yang akan diamalkan oleh ummatnya. Hukum itu berberntuk amaliyah yang akan diamalkan oleh setiap mukallaf (Mukallaf artinya orang yang sudah dibebani/diberi tanggungjawab melaksanakan ajaran syari’at Islam dengan tanda-tanda seperti baligh, berakal, sadar, sudah masuk Islam).
Hukum yang diatur dalam fiqh Islam itu terdiri dari hukum wajib, sunat, mubah, makruh dan haram; disamping itu ada pula dalam bentuk yang lain seperti sah, batal, benar, salah, berpahala, berdosa dan sebagainya.
Disamping hukum itu ditunjukan pula alat dan cara (melaksanakan suatu perbuatan dalam dalam menempuh garis lintas hidup yang tak dapat dipastikan oleh manusia liku dan panjangnya. Sebagai mahluk sosial dan budaya manusia hidup memerlukan hubungan, baik hubungan dengan dririnya sendiri ataupun dengan sesuatu di luar dirinya. Ilmu fiqh membicarakan hubungan itu yang meliputi kedudukannya, hukumnya, caranya, alatnya dan sebagainya. Hubungan-hubungan itu ialah:
a.
Hubungan manusia dengan Allah, Tuhannya dan para Rasulullah;
b.
Hubungan manusia dengan dirinya sendiri;
c.
Hubungan manusia dengan keluarga dan tetangganya;
d.
Hubungan manusia dengan orang lain yang seagama dengan dia;
e.
Hubungan manusia dengan orang lain vang tidak seagama dengan dia;
f.
Hubungan manusia dengan makhluk hidup yang lain seperti binatang dan lainnya;
g.
Hubungan manusia dengan benda mati dan alam semesta;
h.
Hubungan manusia dengan masyarakat dan lingkungannya;
i.
Hubungan manusia dengan akal fikiran dan ilmu pengetahuan; dan
j.
Hubungan manusia dengan alam gaib seperti syetan, iblis, surga, neraka, alam barzakh, yaumil hisab dan sebagainya.

Hubungan-hubungan ini dibicarakan dalam fiqh melalui topik-topik bab permasalahan yang mencakup hampir seluruh kegiatan hidup perseorangan, dan masyarakat, baik masyarakat kecil seperti sepasang suami-isteri (keluarga), maupun masyarakat besar seperti negara dan hubungan internasional, sesuai dengan macam-macam hubungan tadi. Meskipun ada perbedaan pendapat para ulama dalam menyusun urutan pembahasaan dalam membicarakan topik-topik tersebut, namun mereka tidak berbeda dalam menjadikan Al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad sebagai sumber hukum.Walaupun dalam pengelompokkan materi pembicaraan mereka berbeda, namun mereka sama-sama mengambil dari sumber yang sama.
B.Hubungan sesama tetangga dalam islam
1. Pengertian tetangga
Istilah tetangga mempunyai pengertian yang luas, mencakup tetangga yang dekat maupun jauh. Tetangga merupakan orang-orang yang terdekat yang umumnya merekalah orang pertama yang mengetahui jika kita ditimpa musibah dan paling dekat untuk dimintai pertolongan di kala kita kesulitan. Oleh karena itu, hubungan dengan tetangga harus senantiasa diperbaiki. Saling kunjung mengunjungi antara tetangga merupakan perbuatan terpuji, karena hal itu akan melahirkan kasih sayang antara satu dengan yang lainnya.
Berbuat baik kepada tetangga dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan memberikan pertolongan, memberikan pinjaman jika ia membuthkan, menengok jika ia sakit, melayat jika ada yang meninggal, dan lain-lain. Selain itu, sebagai tetangga kita juga harus senantiasa melindungi mereka dari gangguan dan bahaya, memberinya rasa tenang. Dalam hadis sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Nabi saw. menggambarkan pentingnya memuliakan tetangga sebagai berikut:
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَخْبَرَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَمْرَةَ سَعِيدٍ قَالَ عtَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ.
Artinya:
Isma’il bin Abi Uways telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Malik telah menceritakan kepadaku, dari Yahya bin Sa’id, ia berkata Abu Bakr bin Muhammad telah mengabarkan kepadaku dari ‘Amrah, dari ‘A’isyah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda: “Malaikat Jibril senantiasa berwasiat kepadaku (untuk memuliakan) tetangga sehingga aku menyangka bahwa Jibril akan memberi keada tetangga hak waris”.
2. Hak-Hak Tetangga
            Memenuhi hak tetangga adalah : berlaku baik kepadanya dan tidak mengganggunya. Jar (tetangga) meliputi orang-orang yang tinggalnya berdekatan dengan rumah kita, baik muslim, ‘abid, fasik, teman, seteru, atau anak negeri, perantau, baik kerabat ataupun bukan.
            Rasulullah saw. Bersabda:
حق اجار ان مرض عدته , وان مات شيعته وان استقرضك اقرضته , وان اعوز سترته وان اصابه خير هناته وان اصابته مصيبة عزيته , ولا ترفع بناءك فوق بناءه فتسد عليه الريح ولا تؤذه بريح قدرك الاان تغرف له منها.
Artinya:
 “Hak tetangga ialah : jika ia sakit engkau menjenguknya jika meminjam maka engkau meminjaminya, jika ia telanjang engkau menutupinya, jika ia mendapat kebajikan engkau menyenanginnya, jika ia mendapat musibah engkau mengunjunginya, janganlah bangunan rumahmu lebih tinggi dari bangunan rumahnya sehingga angin terhalang masuk kerumahnya dan janganlah engkau menyakitinya dengan bau makanan yang ada di periukmu kecuali engkau mau mengambilnya untuknya”.

            Berkata Ibnu Abi Jamrah: “Pengertian hadis ini meliputi himbauan kebajikan, nasihat kebaikan, ajakan mengikuti hidayah, meninggalkan perbuatan yang dapat menimbulkan bencana dengan per
            Tetangga mempunyai hak terhadap tetangga, yang harus diperhatikan. Rasulullah saw. Telah memerintahkan agar menyambung hubungan dengan tetangga dan menyebutkan bahwa Jibril senantiasa berwasiat kepada beliau tetagga, sampai-sampai beliau mengira bahwa Jibril akan menjadikan tetangga sebagai ahli waris, karena besarnya hak tetangga dan keharusan karena berbuat baik kepadanya.
            Rasulullah saw bersabda:م
حديث ابن عمر رضي الله عنهما قال:قال رسول الله صلي الله عليه وسلم:ما زال جبريل يوصيني با الجار حتي ظننت انه سيورثه. (اخرجه البخاري في: (78) كتاب الادب, (28)
Artinya:
            Diriwayatkan dari ibnu ‘umar, ia berkata: rasulullah saw bersabda, ‘jibril selalu mewasiatkan  kepadaku tentang tetangga sampai aku mengira ia akan menjadikannya ahli waris’.” (disebutkan oleh Al-Bukhri pada kitab ke 78 kitab adab, bab ke 28,bab wasiat tentang tetangga).
            Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata di dalam Fathu Bari’, “Syaikh Abu Muhammad bin Abu Jamrah Mengatakan, ‘Bahwa menjaga tetangga termasuk kesempurnaan iman, dan orang-orang jahiliyah sangat menjaga hal tersebut. Menjalankan perintah tersebut adalah dengan melakukan berbagai macam kebaikan kepada tetangga sesuai dengan kemampuan. Sepertu memberi hadiah, mengucapkan salam, tersenyum ketika berjmpa, memeriksa keadaannya, membantu apa yang dibutuhkannya, dan lain sebagainya, termsuk menahan diri dari menyakitinya dengan berbagai macam bentuknya, baik secara fisik maupun psikis. Rasulullah telah menafikan iman seseorang yang tidak menjaga tetangganya dari sikap buruknya. Itu sebenarnya merupakan perumpamaan bahwa betapa besar hak tetangga, dan menyakitinya termasuk dosa besar.’.”
            Dia juga berkata. “Ada perbedaan antara tetangga yang shaleh dan yang tidak shaleh, namun yang meliputi ke duanya adalah adnya I’tikad baik  kepada mereka, menasihati dalam kebaikan, mendoakan kebaikan agar mendapat hidayah, dan tidak menyakitinya kecuali pada situasi tertentu yang menuntut untuk bersikap keras baik dengan ucapan ataupun perbuatan.
            Adapun sikap yang dikhususkan terhadap tetangga yang saleh adalah meliputi semua yang disebutkan di atas.
            Sedangkan sikap yang dikhususkan kepada tetangga yang tidak saleh adalah mencegahnya untuk tidak melakukan lagi kesalahan dengan cara yang baik sesuai denga tingkatan yang terdapat dalam amar ma’ruf nahy mungkar; menasihati orang kafir dengan memperlihatkan keindahan kebaikan islam kepadanya, menjelaskan kebaikannya, dan mendorongnya untuk memeluk islam dengan cara lemah lembut; mensihati orang fasik dengan cara yang lemah lembut juga sesuai dengan perbuatan fasik yang dilakukannya, sambil menutupi kesalahannya dari orang lain,juga melarangnya mengulangi kesalahnnya dengan cara yang baik. Namun jika usaha itu tidak berhasil jauhilah dengan maksud mendidiknya dengan memberitahukan kepadanya sebab-sebab mengapa mengambil sikap menjauhi, yaitu untuk mencegahnya berbuat kesalahan lagi.
            saling memperhatikan hak tetangga, sebagian harus menghindari kejahatan terhadap yang lain baik perkataan maupun perbuatan.
            Diantara hak tetangga dan memperhatikan hak-hak tetangga ialah manfaat yang diberikan sebagian yang lain, selagi tidak mendapatkan mudharat kepadanya. Contohnya ialah ketika tetangga hendak meletakkan kayu di dinding tetangga lain. Jika tetangga yang memiliki dimding itu tidak membutuhkannya, maka hendaklah ia member izin kepadanya, sebagai sikap menghormati hak tetangga.
             Rasulullah menjelaskan di dalam sabdanya:
عن ابي هريرة ان رسول الله صلي الله عليه وسلم قال : لا يمنع احدكم جاره ان يغرز خشة في خداره قال ثم يقول ابو هريرة ما لي اراكم عنها معرضين والله لارمين بها بين اكتافيكم

Artinya:
“ Dari Abu Hurairah radiyallahu anhu, bahwa rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,  ‘janganlah sekali-kali seorang tetangga mencegah tetangganya untuk menancapkan sebatang kayu di dindingnya’ . Kemudian Abu Hurairah berkata, ‘Tapi mengapa justru aku melihat kalian berpaling dari sunnah beliau ini? Demi allah, aku benar-benar akan mewajibkannya diantara bahu kalian’.”(H.R. Bukhari-Muslim)
                   
Jika pemilik kayu membutuhkan hal itu, sementara pemilik dinding tidak mendapatkan dampak atau kerugian karena kayu yang di pasang di dindingnya, maka hendaknya pemilik dinding mengizinkan pemanfaatan kayu itu oleh tetangganya, karena toh dia tidak mengalami kerugian apapun, sementara tetangga membutuhkannya. Bahkan hakim dapat memaksa pemilik dinding untuk mengizinkannya jika dia tidak memberi izin.
            Jika di sana ada mudharat atau tidak ada kebutuhan terhadap kayu itu, maka sesungguhnya mudhrat tidak dapat dihilangkan dengan mudharat lain.
            Hukum dasar dalam hak orang Muslim adalah  pencegahan. Karena itulah ketika Abu Hurairah Radiallahu  Anhu mengetahui maksud Rasulullah saw. Dari as-sunnah ini, maka dia mengingkari orang-orang dari as-sunnah dan yang tidak mau mengamalkannya. Dia mengancam hendak mewajibkan mereka melaksanakannya, karena tetangga memiliki hak yang harus diperhatikan dan dilaksanakan seperti yang diwajibkan Allah.
            Inilah diantara hak tatangga yang dianjurkan Rasulullah agar berbuat baik kepada tetangga, sehingga kita bias mengetahui betapa besar hak tetangga dan keharusan memperhatikannya. Karena itulah dibuat qiyas dengan meletakkan dan lain-lainnya dan berbagai manfaat yang biasanya dibutuhkan tetangga, sementara itu tidak menimbulkan mudharat bagimu. Hal ini harus diizinkan dan tidak boleh dilarang

3. Martabat-Martabat Tetangga
            Jar ataupun tetangga mempunyai beberapa martabat, ada yang rendah dan ada yang tinggi, ada jar yang hanya mempunyai hak tetangga saja, seperti tetangga yang musyrik. Ada jar yang mempunyai dua hak, hak tetangga dan hak keislaman. Ada pula jar yang mempunyai tiga hak, yaitu hak tetangga, hak keislaman dan hak kekerabatan.
            Abdullah bin Umar, apabila disembelihkan untuknya seekor kambing, beliau menyuruh supaya diberikan sedikit daging itu kepada tetangga yahudinya.
            Sabda Nabi saw.:
لا تحقرن جارة جارة ولو فرسن شاة. (رواه ابخاري)
Artinya:
            “Jangaaanlah seorang tetangga memandang rendah pemberian untuk tetangganya, walaupun sebesar telapak kambing”. (H.R. Bukhari).

4. Adab Bertetangga
1. Tidak menyakitinya dengan ucapan atau perbuatan, karena sabda-sabda Rasulullah Saw berikut: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan menyakiti tetangganya.(Mutafaq Alaih). Kemudian sabda Rasulullah Saw: Demi Allah, tidak beriman. Ditanyakan kepada Rasulullah Saw, Siapakah orang yang tidak beriman, wahai Rasulullah? Beliau bersabda, yaitu orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (Mutafaq Alaih).
Sabda Rasulullah Saw: “Wanita tersebut masuk neraka”. Sabda di atas ditujukan Rasulullah Saw kepada wanita yang konon berpuasa di siang hari dan qiyamul lail di malam hari, namun menyakiti tetangganya.
2. Berbuat baik kepadanya dengan menolongnya jika ia meminta pertolongan, membantunya jika ia meminta bantuan, menjenguknya jika ia sakit, mengucapkan selamat kepadanya jika ia bahagia, menghiburnya jika ia mendapat musibah,  membantunya jika ia membutuhkan dan kebaikan-kebaikan lainnya.
Ini semua perbuatan baik yang diperintahkan dalam firman Allah Ta’ala, tetangga dekat dan tetangga yang jauh. (An Nisa:36). Rasulullah saw bersabda: Barangsipa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia berbuat baik kepada tetangganya.(Diriwayatkan Al-Bukhari)
3. Bersikap dermawan dengan memberikan kebaikan kepadanya, karena sabda-sabda Rasulullah Saw berikut: “Hai wanita-wanita Muslimah, janganlah seorang tetangga meremehkan tetangganya yang lain, kendati hanya dengan ujung kuku kambing.” (Diriwayatkan Al Bukhari). Sabda Rasulullah Saw kepada Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu: “Hai Abu Dzar, jika engkau memasak kuah maka perbanyaklah airnya, kemudia berikan kepada tetanggamu. (Diriwayatkan Al Bukhari).
Aisyah ra.a bertanya kepada Rasulullah Saw, "Aku mempunyai dua tetangga, maka yang mana yang berhak akau beri hadiah? Rasulullah Saw bersabda: “Kepada orang yang pintu rumahnya lebih dekat kepadamu.(Mutafaq Alaih)
4. Menghormati dan menghargainya dengan tidak melarangnya meletakkan kayu di temboknya, tidak menjual atau menyewakan apa saja yang menyatu dengan temboknya, dan tidak mendekat ke temboknya hingga ia bermusyawarah dengannya berdasarkan sabda-sabda Rasulullah berikut: “Salah seorang dari kalian jangan sekali-kali melarang tetangganya meletakkan kayu di dinding rumahnya.” (Mutafaq Alaih). Kemudian sabda beliau : Barangsiapa mempunyai kebun bersama tetangga, atau mitra, maka ia tidak boleh menjualnya, hingga ia bermusyawarah dengannya.(Mutafaq Alaih)
Itulah beberapa adab bertetangga yang diajarkan Islam. Sungguh sangat berbeda dengan ajaran peradaban modern yang tegak di atas materi, sehingga tidak mengajak kepada makna yang mulia, dan tidak menyukai akhlak yang utama. Bahkan menjadikan sebagian  manusia hanya sekedar alat yang berputar pada poros kehidupan yang tuli tanpa mengenal perasaan. Dan menjadikan peran yang digariskan baginya, kosong dari perasaan-perasaan yang mulia dan makna-makna kemanusiaan yang tinggi. Karena itu sungguh sangat beruntung orang yang masih memagang ajaran Islam, terkait dengan masalah ini,  dengan baik meski hidup dalam sebuah masyarakat yang modern.


















Pentingnya hubungan antara sesama, menjadikan kita lebih dekat lagi dengan apa yang ada disekitar kita baik Keluarga, Tetangga, maupun Orang lain. Karena tanpa bantuan orang lain manusia tidak akan mampu membentuk suatu kehidupan yang baik, dalam hal ini manusia saling membutuhkan antara satu sama lain. Dengan adanya pula pedoman atau panduan  kehidupan yang dapat dijadikan suatu petunjuk untuk menjalani kehidupan ini dengan sebaik baiknya yaitu Petunjuk atau tuntunan hadis yang telah hadir ditengah-tengah umat manusia mulai pada zaman dahulu hingga sekarang hadis masih terus menjadi pedoman untuk kita ummat manusia pada umumnya. Sebagaimana yang sudah dibahasas dalam makalah ini tentang cakupan hadis atau penjelsan yang berkenaan tentang pentingnya hubungan antara sesama baik Kerabat,Tetangga, maupun orang lain.












DAFTAR PUSTAKA

http://www.dakwatuna.com/2009/04/19/2313/adab-terhadap-tetangga/#axzz2TQOpBdBW

Hukum Konstitusi

Kata Pengantar

Alhamdulillah hirobbil’alamin, puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan pada waktu yang telah ditentukan. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, yang membimbing umatnya dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah yakni ajaran agama Islam.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Hukum Koonstituai”. Penyusun berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca tentang konsep yang ada didalamnya.

Akhirnya  penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu  penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca, sehingga makalah ini bisa mencapai kesempurnaan.





Langsa, Juni 2013


Penyusun




Daftar Isi
Kata Pengantar...................................................................................          1
Daftar Isi................................................................................................          2
BAB  I  Pendahuluan.........................................................................          3
1.      Latar Belakang......................................................................          3
2.      Rumusan Masalah...............................................................          4
BAB  II  Pembahasan.........................................................................          5
         1.   Pengertian Negara...............................................................          5
         2.   Pengertian Konstitusi..........................................................          7
         3.   Tujuan dan Klasifikasi Konstitusi......................................          9
               A. Tujuan Konstitusi.............................................................          9
               B. Klasifikasi Konstitusi.......................................................          10
         4.  Pancasila dan Konstitusi di Indonesia..............................          12
BAB  III  Penutup.................................................................................          16
A.     Kesimpulan............................................................................          16
B.     Saran.......................................................................................          17
Daftar Pustaka.....................................................................................          18

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
            Keberadaan UUD 1945 yang selama ini disakralkan, dan tidak boleh diubah  kini telah mengalami beberapa perubahan. Tuntutan perubahan terhadap UUD 1945 itu pada hakekatnya merupakan tuntutan bagi adanya penataan ulang terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Atau dengan kata lain sebagai upaya memulai “kontrak sosial” baru antara warga negara dengan negara menuju apa yang dicita-citakan bersama yang dituangkan dalam sebuah peraturan dasar (konstitusi).
Perubahan konstitusi ini menginginkan pula adanya perubahan sistem dan kondisi negara yang otoritarian menuju kearah sistem yang demokratis dengan relasi lembaga negara yang seimbang. Dengan demikian perubahan konstititusi menjadi suatu agenda yang tidak bisa diabaikan. Hal ini menjadi suatu keharusan dan amat menentukan bagi jalannya demokratisasi suatu bangsa. Realitas yang berkembang kemudian memang telah menunjukkan adanya komitmen bersama dalam setiap elemen masyarakat untuk mengamandemen UUD 1945.
Bagaimana cara mewujudkan komitmen itu dan siapa yang berwenang melakukannya serta dalam situasi seperti apa perubahan itu terjadi, menjadikan suatu bagian yang menarik dan terpenting dari proses perubahan konstitusi itu. Karena dari sini akan dapat terlihat apakah hasil dicapai telah merepresentasikan kehendak warga masyarakat, dan apakah telah menentukan bagi pembentukan wajah Indonesia kedepan. Wajah Indonesia yang demokratis dan pluralistis, sesuai dengan nilai keadilan sosial, kesejahteraan rakyat dan kemanusiaan.
Dengan melihat kembali dari hasil-hasil perubahan itu, kita akan dapat dinilai apakah rumusan-rumusan perubahan yang dihasilkan memang dapat dikatakan lebih baik dan sempurna. Dalam artian, sampai sejauh mana rumusan perubahan itu telah mencerminkan kehendak bersama. Perubahan yang menjadi kerangka dasar dan sangat berarti bagi perubahan-perubahan selanjutnya. Sebab dapat dikatakan konstitusi menjadi monumen sukses atas keberhasilan sebuah perubahan.
2. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian negara itu?
2. Apakah pengertian konstitusi itu?
3.Apakah tujuan dan bagimanakah klasifikasi konstitusi itu ?
4. Bagaimana keberadaan Pancasila dan konstitusi di Indonesia?










BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Negara
Negara merupakan suatu organisasi di antara sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang secara bersama-sama mendiami suatu wilayah (territorial) tertentu dengan mengakui adanaya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang ada di wilayahnya.Organisasi negara dalam suatu wilayah bukanlah satu-satunya organisasi, ada organisasi-organisasi lain (keagamaan, kepartaian, kemasyarakatan dan organisasi lainnya yang masing-masing memiliki kepribadian yang lepas dari masalah kenegaraan). Secara umum negara dapat diartikan sebagai suatu organisasi utama yang ada di dalam suatu wilayah karena memiliki pemerintahan yang berwenang dan mampu untuk turut campur dalam banyak hal dalam bidang organisasi-organisasi lainnya. Terdapat beberapa elemen yang berperan dalam membentuk suatu negara. Elemen-elemen tersebut adalah:
1. Masyarakat Masyarakat merupakan unsur terpenring dalam tatanan suatu negara. Masyarakat atau rakyat merupakan suatu individu yang berkepentingan dalam suksesna suatu tatanan dalam pemerintahan. Pentingnya unsur rakyat dalam suatu negara tidak hanya diperlukan dalam ilmu kenegaraan (staatsleer) tetapi perlu juga perlu melahirkan apa yang disebut ilmu kemasyarakatan (sosiologi) suatu ilmu pengetahuan baru yang khusus menyelidiki, mempelajari hidup kemasyarakatan. Sosiologi merupakan ilmu penolong bagi ilmu hukum tata negara.
2. Wilayah (teritorial) Suatu negara tidak dapat berdiri tanpa adanya suatu wilayah. Disamping pentingnya unsur wilayah dengan batas-batas yang jelas, penting pula keadaan khusus wilayah yang bersangkutan, artinya apakah layak suatu wilayah itu masuk suatu negara tertentu atau sebaliknya dipecah menjadi wilayah berbagai negara. Apabila mengeluarkan peraturan perundang-undangan pada prinsipnya hanya berlaku bagi orang-orang yang berada di wilayahnya sendiri. Orang akan segera sadar berada dalam suatu negara tertentu apabila melampaui batas-batas wilayahnya setelah berhadapan dengan aparat (imigrasi negara) untuk memenuhi berbagai kewajiban yang ditentukan. Paul Renan (Perancis) menyatakan satu-satunya ukuran bagi suatu masyarakat untuk menjadi suatu negara ialah keinginan bersatu (le desir de’etre ansemble). Pada sisi lain Otto Bauer menyatakan, ukuran itu lebih diletakkan pada keadaan khusus dari wilayah suatu negara.
3. Pemerintahan Ciri khusus dari pemerintahan dalam negara adalah pemerintahan memiliki kekuasaan atas semua anggota masyarakat yang merupakan penduduk suatu negara dan berada dalam wilayah negara. Ada empat macam teori mengenai suatu kedaulatan, yaitu teori kedaulatan Tuhan, kedaulatan negara, kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat.
a. Teori kedaulatan Tuhan (Gods souvereiniteit) Teori kedaulatan Tuhan (Gods souvereiniteit) meyatakan atau menganggap kekuasaan pemerintah suatu negara diberikan oleh Tuhan. Misalnya kerajaan Belanda, Raja atau ratu secara resmi menamakan dirinya Raja atas kehendak Tuhan “bij de Gratie Gods”, atau Ethiopia (Raja Haile Selasi) dinamakan “Singa Penakluk dari suku Yuda yang terpilih Tuhan menjadi Raja di Ethiopia”.
b. Teori kedaulatan Negara (Staats souvereiniteit) Teori kedaulatan Negara (Staats souvereiniteit)menganggap sebagai suatu axioma yang tidak dapat dibantah, artinya dalam suatu wilayah negara, negaralah yang berdaulat. Inilah inti pokok dari semua kekuasaan yang ada dalam wilayah suatu negara. Otto Mayer (dalam buku Deutsches Verwaltungsrecht) menyatakan “kemauan negara adalah memiliki kekuasaan kekerasan menurut kehendak alam”. Sementara itu Jellinek dalam buku Algemeine Staatslehre menyatakan kedaulatan negara sebagai pokok pangkal kekuasaan yang tidak diperoleh dari siapapun. Pemerintah adalah “alat negara”.
c. Teori kedaulatan hukum (Rechts souvereiniteit) Teori kedaulatan hukum (Rechts souvereiniteit) menyatakan semua kekuasaan dalam negara berdasar atas hukum. Pelopor teori ini adalah H. Krabbe dalam buku Die Moderne Staats Idee.
d. Teori Kedaulatan Rakyat (Volks aouvereiniteit), Teori Kedaulatan Rakyat (Volks aouvereiniteit), semua kekuasaan dalam suatu negara didasarkan pada kekuasaan rakyat (bersama). J.J. Rousseau (Perancis) menyatakan apa yang dikenal dengan “kontrak sosial”, suatu perjanjian antara seluruh rakyat yang menyetujui Pemerintah mempunyai kekuasaan dalam suatu negara.
Di dalam perkembangan sejarah ketatanegaraan, 3 unsur negara menjadi 4  bahkan 5 yaitu rakyat, wilayah, pemerintahan, UUD (Konstitusi) dan pengakuan Internasional (secara de facto maupun de jure).
2. Pengertian Konstitusi
Kata “Konstitusi” berarti “pembentukan”, berasal dari kata kerja yaitu “constituer” (Perancis) atau membentuk. Yang dibentuk adalah negara, dengan demikian konstitusi mengandung makna awal (permulaan) dari segala peraturan perundang-undangan tentang negara. Belanda menggunakan istilah “Grondwet” yaitu berarti suatu undang-undang yang menjadi dasar (grond) dari segala hukum. Indonesia menggunakan istilah Grondwet menjadi Undang-undang Dasar.
Menurut Brian Thompson, secara sederhana pertanya¬an: what is a constitution dapat dijawab bahwa “…a consti¬tution is a document which contains the rules for the the operation of an organization” Organisasi dimaksud bera¬gam bentuk dan kompleksitas strukturnya. Negara sebagai salah satu bentuk organisasi, pada umumnya selalu memiliki naskah yang disebut sebagai konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Dahulu konstitusi digunakan sebagai penunjuk hukum penting biasanya dikeluarkan oleh kaisar atau raja dan digunakan secara luas dalam hukum kanon untuk menandakan keputusan subsitusi tertentu terutama dari Paus.
Konstitusi pada umumnya bersifat kondifaksi yaitu sebuah dokumen yang berisian aturan-aturan untuk menjalankan suatu organisasi pemerintahan negara, namun dalam pengertian ini, konstitusi harus diartikan dalam artian tidak semuanya berupa dokumen tertulis (formal). Namun menurut para ahli ilmu hukum maupun ilmu politik konstitusi harus diterjemahkan termasuk kesepakatan politik, negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan dan distibusi maupun alokasi Konstitusi bagi organisasi pemerintahan negara yang dimaksud terdapat beragam bentuk dan kompleksitas strukturnya, terdapat konstitusi politik atau hukum akan tetapi mengandung pula arti konstitusi ekonomi Konstitusi memuat aturan-aturan pokok (fundamental) yang menopang berdirinya suatu negara. Terdapat dua jenis kontitusi, yaitu konstitusi tertulis (Written Constitution) dan konstitusi tidak tertulis (Unwritten Constitution). Ini diartikan seperti halnya “Hukum Tertulis” (geschreven Recht) yang termuat dalam undang-undang dan “Hukum Tidak Tertulis” (ongeschreven recht) yang berdasar adat kebiasaan. Dalam karangan “Constitution of Nations”, Amos J. Peaslee menyatakan hampir semua negara di dunia mempunyai konstitusi tertulis, kecuali Inggris dan Kanada.
Di beberapa negara terdapat dokumen yang menyerupai konstitusi, namun oleh negara tersebut tidak disebut sebagai konstitusi. Dalam buku yang berjudul The Law and The Constitution, Ivor Jenning menyebutkan di dalam dokumen konstitusi tertulis yang dianut oleh negara-negara tertentu mengatur tentang:
1. Adanya wewenang dan tata cara bekerja suatu lembaga kenegaraan.
2. Adanya ketentuan hak asasi yang dimiliki oleh warga negara yang diakui dan dilindungi oleh pemerintah.
Dokumen-dokumen yang tertulis hanya mengatur beberapa lembaga negara dan beberapa hak asasi yang dimiliki oleh rakyat, satu dokumen dengan dokumen lainya tidak sama. Ada konstitusi yang materi muatannya sangat panjang dan sangat pendek. Konstitusi yang terpanjang adalah India dengan 394 pasal. Kemudian Amerika Latin seperti uruguay 332 pasal, Nicaragua 328 pasal, Cuba 286 pasal, Panama 271 pasal, Peru 236 pasal, Brazil dan Columbia 218 pasal, selanjutnya di Asia, Burma 234 pasal, di Eropa, belanda 210 pasal. Konstitusi terpendek adalah Spanyol dengan 36 pasal, Indonesia 37 pasal, Laos 44 pasal, Guatemala 45 pasal, Nepal 46 pasal, Ethiopia 55 pasal, Ceylon 91 pasal .
3. Tujuan dan Klasifikasi  Konstitusi
A. Tujuan Konstitusi
Pada umumnya hukum bertujuan untuk mengadakan tata tertib untuk keselamatan masyarakat yang penuh dengan konflik antara berbagai kepentingan yang ada di tengah masyarakat. Tujuan hukum tata negara pada dasarnya sama dan karena sumber utama dari hukum tata negara adalah konstitusi atau Undang-Undang Dasar, akan lebih jelas dapat dikemukakan tujuan konstitusi itu sendiri.
Konstitusi juga memiliki tujuan yang hampir sama deengan hukum, namun tujuan dari konstitusi lebih terkait dengan:
1.      Berbagai lembaga-lembaga kenegaraan dengan wewenang dan tugasnya masing-masing.
2. Hubungan antar lembaga Negara
3. Hubungan antar lembaga negara(pemerintah) dengan warga negara (rakyat).
4. Adanya jaminan atas hak asasi manusia
5. Hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan jaman.
Semakin banyak pasal-pasal yang terdapat di dalam suatu konstitusi tidak menjamin bahwa konstitusi tersebut baik. Di dalam praktekna, banyak negara yang memiliki lembaga-lembaga yang tidak tercantum di dalam konstitusi namun memiliki peranan yang tidak kalah penting dengan lembaga-lembaga yang terdapat di dalam konstitusi. Bahkan terdapat hak-hak asasi manusia yang diatur diluar konstitusi mendapat perlindungan lebih baik dibandingkan dengan yang diatur di dalam konstitusi. Dengan demikian banyak negara yang memiliki aturan-aturan tertulis di luar konstitusi yang memiliki kekuatan yang sama denga pasal-pasal yang terdapat pada konstitusi. Konstitusi selalu terkait dengan paham konstitusionalisme. Walton H. Hamilton menyatakan “Consti¬tutionalism is the name given to the trust which men repose in the power of words eng¬rossed on parchment to keep a government in order. Untuk tujuan to keep a government in order itu diperlukan pengaturan yang sede-mikian rupa, sehingga dinamika kekuasaan dalam proses peme¬rintahan dapat dibatasi dan dikendalikan seba¬gai¬mana mestinya. Gagasan mengatur dan membatasi kekua-saan ini secara alamiah muncul karena adanya kebutuhan untuk merespons perkembangan peran relatif kekuasaan umum dalam kehidupan umat manusia.

B. Klasifikasi Konstitusi
Hampir semua negara memiliki kostitusi, namun antara negara satu dengan negara lainya tentu memiliki perbeadaan dan persamaan. Dengan demikian akan sampai pada klasifikasi dari konstitusi yang berlaku di semua negara. Para ahli hukum tata negara atau hukum konstitusi kemudian mengadakan klasifikasi berdasarkan cara pandang mereka sendiri, antara lain K.C. Wheare, C.F. Strong, James Bryce dan lain-lainnya.
Dalam buku K.C. Wheare “Modern Constitution” (1975) mengklasifikasi konstitusi sebagai berikut:
a. Konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis (written constitution and unwritten constitution)
b. Konstitusi fleksibel dan konstitusi rigid (flexible and rigid constitution) Konstitusi fleksibelitas merupakan konstitusi yang memiliki ciri-ciri pokok:
1. Sifat elastis, artinya dapat disesuaikan dengan mudah .
2. Dinyatakan dan dilakukan perubahan adalah mudah seperti mengubah undang-undang.
c. Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi derajat tidak derajat tinggi (Supreme and not supreme constitution). Konstitusi derajat tinggi, konstitusi yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam negara (tingkatan peraturan perundang-undangan). Konstitusi tidak derajat tinggi adalah konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan seperti yang pertama.
d. Konstitusi Negara Serikat dan Negara Kesatuan (Federal and Unitary Constitution) Bentuk negara akan sangat menentukan konstitusi negara yang bersangkutan. Dalam suatu negara serikat terdapat pembagian kekuasaan antara pemerintah federal (Pusat) dengan negara-negara bagian. Hal itu diatur di dalam konstitusinya. Pembagian kekuasaan seperti itu tidak diatur dalam konstitusi negara kesatuan, karena pada dasarnya semua kekuasaan berada di tangan pemerintah pusat.
e. Konstitusi Pemerintahan Presidensial dan pemerintahan Parlementer (President Executive and Parliamentary Executive Constitution). Dalam sistem pemerintahan presidensial (strong) terdapat ciri-ciri antara lain:
1. Presiden memiliki kekuasaan nominal sebagai kepala negara, tetapi juga memiliki kedudukan sebagai Kepala Pemerintahan.
2. Presiden dipilih langsung oleh rakyat atau dewan pemilih.
3. Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif dan tidak  dapat memerintahkan pemilihan umum. Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika negara itu menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi. Hal inilah yang disebut oleh para ahli sebagai constituent power yang merupakan kewenangan yang berada di luar dan sekaligus di atas sistem yang diaturnya. Karena itu, di lingkungan negara-negara demokrasi, rakyatlah yang dianggap menentukan berlakunya suatu konstitusi. Constituent power mendahului konstitusi, dan konstitusi mendahului organ pemerintahan yang diatur dan dibentuk berdasarkan konstitusi. Pengertian constituent power berkaitan pula dengan pengertian hirarki hukum (hierarchy of law).
Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi atau bahkan paling tinggi serta paling fundamental sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan-peraturan perundang-undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal, maka agar peraturan-peraturan yang tingkatannya berada di bawah Undang-Undang Dasar dapat berlaku dan diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi tersebut. Dengan ciri-ciri konstitusi yang disebutkan oleh Wheare ” Konstitusi Pemerintahan Presidensial dan pemerintahan Parlementer (President Executive and Parliamentary Executive Constitution)”, oleh Sri Soemantri, Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45) tidak termasuk kedalam golongan konstitusi Pemerintahan Presidensial maupun pemerintahan Parlementer . Hal ini dikarenakan di dalam tubuh UUD 45 mengndung ciri-ciri pemerintahan presidensial dan ciri-ciri pemerintahan parlementer. Oleh sebab itu menurut Sri Soemantri di Indonesia menganut sistem konstitusi campuran.
4. Pancasila dan Konstitusi di Indonesia.
Berhubungan sangat erat, konstitusi lahir merupakan usaha untuk melaksanakan dasar negara. Dasar negara memuat norma-norma ideal, yang penjabarannya dirumuskan dalam pasal-pasal oleh UUD (Konstitusi) Merupakan satu kesatuan utuh, dimana dalam Pembukaan UUD 45 tercantum dasar negara Pancasila, melaksanakan konstitusi pada dasarnya juga melaksanakan dasar Negara.
Seperti yang kita ketahui dalam kehidupan bangsa Indonesia, Pancasila merupakan filosofische grondslag dan common platforms atau kalimatun sawa. Pada masa lalu timbul suatu permasalahan yang mengakibatkan Pancasila sebagai alat yang digunakan untuk mengesahkan suatu kekuasaan dan mengakibatkan Pancasila cenderung menjadi idiologi tertutup. Hal ini dikarenakan adanya anggapan bahwa pancasila berada di atas dan diluar konstitusi. Pancasila disebut sebagai norma fundamental negara (Staatsfundamentalnorm) dengan menggunakan teori Hans Kelsen dan Hans Nawiasky. Teori Hans Kelsen yang mendapat banyak perhatian adalah hierarki norma hukum dan rantai validitas yang membentuk piramida hukum (stufentheorie). Salah seorang tokoh yang mengembangkan teori tersebut adalah murid Hans Kelsen, yaitu Hans Nawiasky. Teori Nawiaky disebut dengan theorie von stufenufbau der rechtsordnung. Susunan norma menurut teori tersebut adalah:
1.      Norma fundamental negara (Staatsfundamentalnorm)
2.      Aturan dasar negara (staatsgrundgesetz)
3.      Undang-undang formal (formell gesetz)
4.      Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (verordnung en autonome satzung).
Staatsfundamentalnorm adalah norma yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau Undang-Undang Dasar (staatsverfassung) dari suatu negara. Posisi hukum dari suatu Staatsfundamentalnorm adalah sebagai syarat bagi berlakunya suatu konstitusi. Staatsfundamentalnorm ada terlebih dahulu dari konstitusi suatu negara. Berdasarkan teori Nawiaky tersebut, A. Hamid S. Attamimi memban-dingkannya dengan teori Kelsen dan menerapkannya pada struktur tata hukum di Indonesia. Attamimi menunjukkan struktur hierarki tata hukum Indonesia dengan menggunakan teori Nawiasky. Berdasarkan teori tersebut, struktur tata hukum Indonesia adalah:
1)     Staatsfundamentalnorm: Pancasila (Pembukaan UUD 1945)
2)     Staatsgrundgesetz: Batang Tubuh UUD 1945, Tap MPR, dan Konvensi Ketatanegaraan
3)     Formell gesetz: Undang-Undang
4)     Verordnung en Autonome Satzung
Secara hierarkis mulai dari Peraturan Pemerintah hingga Keputusan Bupati atau Walikota. Penempatan pancasila sebagai suatu Staatsfundamentalnorm di kemukakan pertama kali oleh Notonagoro. Posisi ini mengharuskan pembentukan hukum positif adalah untuk mencapai ide-ide dalam Pancasila, serta dapat digunakan untuk menguji hukum positif. Dengan ditetapkannya Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm maka pembentukan hukum, penerapan, dan pelaksanaanya tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai Pancasila. Dengan menempatkan pancasila sebagi Staatsfundamentalnorm, maka kedudukan pancasila berada di atas undang-undang dasar. Pancasila tidak termasuk dalam pengertian konstitusi, karena berada di atas konstitusi. Yang menjadi pertanyaan mendasar sekarang adalah, apakah pancasila merupakan staatsfundamentalnorm atau merupakan bagian dari konstitusi?
Dalam pidatonya, Soekarno menyebutkan dasar negara sebagai Philosofische grondslag sebagai fondamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya yang diatasnya akan didirikan bangunan negara Indonesia. Soekarno juga menyebutnya dengan istilah Weltanschauung atau pandangan hidup. Pancasila adalah lima dasar atau lima asas. Jika masalah dasar negara disebutkan oleh Soekarno sebagai Philosofische grondslag ataupun Weltanschauung, maka hasil dari persidangan-persidangan tersebut, yaitu Piagam Jakarta yang selanjutnya menjadi dan disebut dengan Pembukaan UUD 1945, yang merupakan Philosofische grondslag dan Weltanschauung bangsa Indonesia. Seluruh nilai-nilai dan prinsip-prinsip dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara Indonesia, termasuk di dalamnya Pancasila.

















BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1.      Negara merupakan suatu organisasi di antara sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang secara bersama-sama mendiami suatu wilayah (territorial) tertentu dengan mengakui adanaya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang ada di wilayahnya.
2.      Konstitusi diartikan sebagai peraturan yang mengatur suatu negara, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Konstitusi memuat aturan-aturan pokok (fundamental) yang menopang berdirinya suatu negara.
3.      Konstitusi dapat diklasifikasikan menjadi 5 yaitu:
a. Konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis (written constitution and unwritten constitution)
b. Konstitusi fleksibel dan konstitusi rigid (flexible and rigid constitution) Konstitusi fleksibelitas merupakan konstitusi yang memiliki ciri-ciri pokok:
c. Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi derajat tidak derajat tinggi (Supreme and not supreme constitution).
d. Konstitusi Negara Serikat dan Negara Kesatuan (Federal and Unitary Constitution)
e. Konstitusi Pemerintahan Presidensial dan pemerintahan Parlementer (President Executive and Parliamentary Executive Constitution).
4.      Pancasila merupakan filosofische grondslag dan common platforms atau kalimatun sawa. Pancasila sebagai alat yang digunakan untuk mengesahkan suatu kekuasaan dan mengakibatkan Pancasila cenderung menjadi idiologi tertutup, sehingga pancasila bukan sebagai konstitusi melainkan UUD 1945 yang menjadi konstitusi di Indonesia.
2. Saran
Kepada para pembaca kami menyarankan agar lebih banyak membaca buku yang berkaitan dengan Negara atau Konstitusi agar lebih memahami kedua hal tersebut.










DAFTAR PUSTAKA
http://saidsite.blogspot.com/2011/03/makalah-konstitusi.html